Matakumasih melek memandang lukisan di tembok yang tiada berbentuk rupa. Aku barusaja tersadar dari kesementaraan maut. Aku mencoba meraih ponsel kesayanganku, ternyata waktu menunjuk 05.38artinya aku meninggalkan waktu hampir satu jam untuk berkelana di alam ilusi,daripada menghadap dan bercengkrama dengan illahku. Segerasaja kubergegas mengidupkan saklar sanyo dan mengambil air wudhu, dengan cepataku menyambar percikan air yang mengucur dari kran yang telah separuh berkarat.Sajadah kugelar, kulipatkan dan kulilitkan sarung kumal di pinggangku, segerakukumandangkan takbir lirih yang suaranya kalah keras dan tegas dari kicauanpipit pipit pagi.
Seusaisalam, kutoleh ke gumpalan kasur tipisku, tanpa bantal dan tanpa guling. Hanya saja untuk menikmati ganjalan empuk di kepala terkadang kulipat satu satunyaselimut biruku dengan korban sekujur tubuhku diserang udara malam. Tanpamenunggu waktu lama, langsung kusambar selimut biruku dan kunikmati“kesementaraan” maut itu.
***
Hariini adalah hari pertamaku memulai sebuah kehidupan baru. Setelah malamsebelumnya, meminjam sebentar tulisan saudaraku tercinta, seorang mahasantriyang tidak diragukan tulisanya, yaitu pembantaian intelektual. Sebuah malamyang kurasa cukup dinamakan sandiwara, kami terpaksa melayani puluhan ataumungkin ratusan pertanyaan pertanyaan yang aku sendiri menganggap ini sebagaiujian disertasi untuk mengejar gelar seorang doktor. Namun dibalik itu, akuyakin ini sebagai salah satu ke-khasan sebuah peradaban sebuah organisasi yangtelah melaihirkan puluhan orang berprestasi.
Kehidupanbaru itu bernama LPM Pabelan atau secara singkat kunamakan Pabelan. Nama yangtelah terukir di benak hati ini, nama yang tak disangka dan tak diduga telahmenemani kehidupanku selama menikmati bangku kuliah ini sejauh ini. Aku merasadi Pabelan aku menemukan keindahan dan kesejatian.
Sepertiumumnya manusia, seusiaku adalah usia yang dikatakan pencarian jati diri.Proses ini yang kualami sendiri, dua semester awal bergelut dengankeputusasaan, bergelut dengan keluh kesah, bermain dengan perasaan. Akuberkutat dengan sandiwara kehidupan, aku tak ragu untuk berkecimpung didalamnya, karena aku yakin akulah tokoh utama sandiwara itu, dan aku yakinsutradara kehidupan ini telah menyiaapkan sebuah cerita indah untuk hidup ini.Dan ternyata, setelah bercengkrama denganya, aku menjadi heran, karena akuberbicara dengan diriku sendiri.
***
Mundur satutahun, aku mencoba mengorek informasi dan data yang aku dapat dari indramakhluk dhaif seperti aku. Dan ternyataaku masih ingat degradasi dan dekadensi itu, sebelum program pengenalanakademik, aku disuguhi pengenalan terlebih dahulu bernama masta atau masataaruf, yang diselenggarakan IMM. Mungkin ini satu organisasi yang aku terlebihdulu kenal, aku pun mencoba bergabung dengan sayap merah ini. dikarenakan siMasa SMA aku cukup apatis dengan yang namanya organisasi, hingga kulampiaskansaja apa yang menjadi ambisiku.
Beberapa harikedepan, aku pun cukup antusias ketika dalam sebuah Display unit kegiatanmahasiswa dalam Program Pengenalan Akademik, satu persatu menunjukan keunikanmereka, aku hanya tertarik dua ukm yaitu resimen mahasiswa dan koperasimahasiswa. Alasan aku pun cukup unik, aku memilih menwa karena rasa frustasikutertolak PTN. Aku ingin menjadi Polisi, apalagi posturku memadai, menjulangdengan 172 cm dan badan tegap menjadi Modal dasar ayahku menyarankanku bergabung dengan UKM ini. Pun denganKopma, semangat wirausahawan begitu menggebu kala itu, dan iming iming materiyang memadai membuatku tertarik pada UKM ini.
Begitumasuk ruang kelas untuk menerima materi selanjutnya, aku disuguhi display lagidari UKM tingkat Fakultas. Sebuah lembaga penerbitan atau Pers Mahasiswamembuatku tertarik. Tak lama aku mencantumkan nama sekaligus nomor HP pada formpendaftaran, aku yakin dengan empat organisasi yang kupilih, aku yakin bisamematahkan mitos kuliah dan organisasi bisa jalan seimbang, aku optimis dengansemuanya, meski tidak begitu sadar bagaimana kehidupan di kemudian hari.
***
Seiringwaktu berjalan, aku ditunjukan sebuah sandiwara menarik kehidupan ini. menwayang menjadi Fokus utamaku harus kukubur dalam dalam. Sempat beberapa latihan,aku tertegun syarat menjadi anggotanya mengikuti pendidikan selama satu minggu.Dan tujuh hari bukanlah waktu yang sebentar, itu waktu akademik yang panjanguntuk melakukan hal yang lebih penting. aku pun mengurungkan niatku. Masih adatiga peluru yang kupakai untuk mengantar ke cita cita hidup ini.
Kopmamenjadi destinasi tujuan berikutnya dari panggung sandiwara ini, diklat dasarmenjadi syarat utama menjadi anggota. Namun aku harus mengubur impian karenabertabrakan dengan agenda IMM yang aku ikuti. Padahal agenda yang kuikuti tidakbegitu penitng kuikuti. Dan harus kurelakan satu peluru telah kutembakan ke arahentah berantah. Dua peluru masih kukantongi untuk ketembakan secara tepatsasaran.
Tepatpenghujung semester, aku dihadapkan pilihan penting DAD yang menjadi pintugerbang IMM harus berbenturan pula dengan Msuyker dari Justissica yang telahmenetapkan aku menjadi anggota. Aku harus legowo memilih Justissica untukmenjadi peluru terakhir harapanku menjalani sisa hidupku di Kota Bengawan ini.terlebih DAD berlangsung tepat waktu liburan kuliah, dan relatif lamadilaksanakan. Dibanding dengan agenda musyker yang memakan waktu satu harimembuat aku memilih musyker menjadi pilihan utama.
Ternyataagenda musyker dibatlkan akibat ketidakhadiran anggota dalam kouta yangditentukan, aku pun cukup kecewa. Karena pelaksanaan kembali tepat setelah DADIMM berakhir, namun aku memilih pulang diantara waktu itu, aku genggam kangenyang selama ini kupendam, kupendar dengan menaiki bus menuju kota kelahiran,Pemalang Ikhlas.
***
Singkatkata, peluru tinggal satu untuk hari ini, Justissica. Apalagi Justissica mempunyai nakhoda baru.Aku semakin optimis menggapai hidup ini. namun ternyata disinilah fase burukitu dimulai. Namun, aku percaya abjad ini cukup kupendam dalam hati saja. tidaketis kurangkai menjadi chapter sebuahbagian hidup. Intinya fase ini aku mengalami derivasi dalam hidup. Baik secaramoral ataupun fisik.
Selepasdari Justis aku masih dalam kesendirian, rasa optimis yang dulu berkobar kiniternyata disiram rasa pesimisme ego yang tinggi. Hukum rimba ternyata berlakujuga di dunia organisasi, siapa yang kuat dialah yang hidup dan merajai, denganusia yang masih belia aku masih rookie dalammenjalani kehidupan di level expert.Akibatnya empat peluru itu telah habis, untuk membidik sasaran yang salah. Akukehilangan asa lagi, pistol ini baiknya kusimpan saja, meski belum berkaratsemangatku telah runtuh mencari peluru lagi dan lagi.
Akupunsemakin sungkan ngampus, terlebihbertemu kawan kawan yang sekarang berlabel aktivis. Aku kadang harus menundukankepalaku jika bertatap muka, aku merasa sendiri di kota bengawan ini, hanyakumiliki teman teman seangkatan kuliahku saja. Aku merasa gagal akibat ego ini.Aku semakin parno dengan organisasi yang telah membuatku hatiku ternganga danmenutup logika berpikirku. Aku sedang terluka dalam jurang kesepian, terkoyakmacan buas bernama ego. Tiap waktunya aku hanya bercumbu dengan kesunyian, akumerasa kesuksesan adalah utopia. Aku berharap langit segera turunkan hujanya,untuk redakan panas hati ini, dan segera saja aku berharap gunung hembuskanangin segarnya untuk dinginkan kepala ini.
FaizalAS, penikmat kuliner Ketan
Sukoharjo,21 Juli 2013
Sahabatbisnis.com |
***
Hariini adalah hari pertamaku memulai sebuah kehidupan baru. Setelah malamsebelumnya, meminjam sebentar tulisan saudaraku tercinta, seorang mahasantriyang tidak diragukan tulisanya, yaitu pembantaian intelektual. Sebuah malamyang kurasa cukup dinamakan sandiwara, kami terpaksa melayani puluhan ataumungkin ratusan pertanyaan pertanyaan yang aku sendiri menganggap ini sebagaiujian disertasi untuk mengejar gelar seorang doktor. Namun dibalik itu, akuyakin ini sebagai salah satu ke-khasan sebuah peradaban sebuah organisasi yangtelah melaihirkan puluhan orang berprestasi.
Kehidupanbaru itu bernama LPM Pabelan atau secara singkat kunamakan Pabelan. Nama yangtelah terukir di benak hati ini, nama yang tak disangka dan tak diduga telahmenemani kehidupanku selama menikmati bangku kuliah ini sejauh ini. Aku merasadi Pabelan aku menemukan keindahan dan kesejatian.
Sepertiumumnya manusia, seusiaku adalah usia yang dikatakan pencarian jati diri.Proses ini yang kualami sendiri, dua semester awal bergelut dengankeputusasaan, bergelut dengan keluh kesah, bermain dengan perasaan. Akuberkutat dengan sandiwara kehidupan, aku tak ragu untuk berkecimpung didalamnya, karena aku yakin akulah tokoh utama sandiwara itu, dan aku yakinsutradara kehidupan ini telah menyiaapkan sebuah cerita indah untuk hidup ini.Dan ternyata, setelah bercengkrama denganya, aku menjadi heran, karena akuberbicara dengan diriku sendiri.
***
Mundur satutahun, aku mencoba mengorek informasi dan data yang aku dapat dari indramakhluk dhaif seperti aku. Dan ternyataaku masih ingat degradasi dan dekadensi itu, sebelum program pengenalanakademik, aku disuguhi pengenalan terlebih dahulu bernama masta atau masataaruf, yang diselenggarakan IMM. Mungkin ini satu organisasi yang aku terlebihdulu kenal, aku pun mencoba bergabung dengan sayap merah ini. dikarenakan siMasa SMA aku cukup apatis dengan yang namanya organisasi, hingga kulampiaskansaja apa yang menjadi ambisiku.
Beberapa harikedepan, aku pun cukup antusias ketika dalam sebuah Display unit kegiatanmahasiswa dalam Program Pengenalan Akademik, satu persatu menunjukan keunikanmereka, aku hanya tertarik dua ukm yaitu resimen mahasiswa dan koperasimahasiswa. Alasan aku pun cukup unik, aku memilih menwa karena rasa frustasikutertolak PTN. Aku ingin menjadi Polisi, apalagi posturku memadai, menjulangdengan 172 cm dan badan tegap menjadi Modal dasar ayahku menyarankanku bergabung dengan UKM ini. Pun denganKopma, semangat wirausahawan begitu menggebu kala itu, dan iming iming materiyang memadai membuatku tertarik pada UKM ini.
Begitumasuk ruang kelas untuk menerima materi selanjutnya, aku disuguhi display lagidari UKM tingkat Fakultas. Sebuah lembaga penerbitan atau Pers Mahasiswamembuatku tertarik. Tak lama aku mencantumkan nama sekaligus nomor HP pada formpendaftaran, aku yakin dengan empat organisasi yang kupilih, aku yakin bisamematahkan mitos kuliah dan organisasi bisa jalan seimbang, aku optimis dengansemuanya, meski tidak begitu sadar bagaimana kehidupan di kemudian hari.
***
Seiringwaktu berjalan, aku ditunjukan sebuah sandiwara menarik kehidupan ini. menwayang menjadi Fokus utamaku harus kukubur dalam dalam. Sempat beberapa latihan,aku tertegun syarat menjadi anggotanya mengikuti pendidikan selama satu minggu.Dan tujuh hari bukanlah waktu yang sebentar, itu waktu akademik yang panjanguntuk melakukan hal yang lebih penting. aku pun mengurungkan niatku. Masih adatiga peluru yang kupakai untuk mengantar ke cita cita hidup ini.
Kopmamenjadi destinasi tujuan berikutnya dari panggung sandiwara ini, diklat dasarmenjadi syarat utama menjadi anggota. Namun aku harus mengubur impian karenabertabrakan dengan agenda IMM yang aku ikuti. Padahal agenda yang kuikuti tidakbegitu penitng kuikuti. Dan harus kurelakan satu peluru telah kutembakan ke arahentah berantah. Dua peluru masih kukantongi untuk ketembakan secara tepatsasaran.
Tepatpenghujung semester, aku dihadapkan pilihan penting DAD yang menjadi pintugerbang IMM harus berbenturan pula dengan Msuyker dari Justissica yang telahmenetapkan aku menjadi anggota. Aku harus legowo memilih Justissica untukmenjadi peluru terakhir harapanku menjalani sisa hidupku di Kota Bengawan ini.terlebih DAD berlangsung tepat waktu liburan kuliah, dan relatif lamadilaksanakan. Dibanding dengan agenda musyker yang memakan waktu satu harimembuat aku memilih musyker menjadi pilihan utama.
Ternyataagenda musyker dibatlkan akibat ketidakhadiran anggota dalam kouta yangditentukan, aku pun cukup kecewa. Karena pelaksanaan kembali tepat setelah DADIMM berakhir, namun aku memilih pulang diantara waktu itu, aku genggam kangenyang selama ini kupendam, kupendar dengan menaiki bus menuju kota kelahiran,Pemalang Ikhlas.
***
Singkatkata, peluru tinggal satu untuk hari ini, Justissica. Apalagi Justissica mempunyai nakhoda baru.Aku semakin optimis menggapai hidup ini. namun ternyata disinilah fase burukitu dimulai. Namun, aku percaya abjad ini cukup kupendam dalam hati saja. tidaketis kurangkai menjadi chapter sebuahbagian hidup. Intinya fase ini aku mengalami derivasi dalam hidup. Baik secaramoral ataupun fisik.
Selepasdari Justis aku masih dalam kesendirian, rasa optimis yang dulu berkobar kiniternyata disiram rasa pesimisme ego yang tinggi. Hukum rimba ternyata berlakujuga di dunia organisasi, siapa yang kuat dialah yang hidup dan merajai, denganusia yang masih belia aku masih rookie dalammenjalani kehidupan di level expert.Akibatnya empat peluru itu telah habis, untuk membidik sasaran yang salah. Akukehilangan asa lagi, pistol ini baiknya kusimpan saja, meski belum berkaratsemangatku telah runtuh mencari peluru lagi dan lagi.
Akupunsemakin sungkan ngampus, terlebihbertemu kawan kawan yang sekarang berlabel aktivis. Aku kadang harus menundukankepalaku jika bertatap muka, aku merasa sendiri di kota bengawan ini, hanyakumiliki teman teman seangkatan kuliahku saja. Aku merasa gagal akibat ego ini.Aku semakin parno dengan organisasi yang telah membuatku hatiku ternganga danmenutup logika berpikirku. Aku sedang terluka dalam jurang kesepian, terkoyakmacan buas bernama ego. Tiap waktunya aku hanya bercumbu dengan kesunyian, akumerasa kesuksesan adalah utopia. Aku berharap langit segera turunkan hujanya,untuk redakan panas hati ini, dan segera saja aku berharap gunung hembuskanangin segarnya untuk dinginkan kepala ini.
FaizalAS, penikmat kuliner Ketan
Sukoharjo,21 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar