Add caption |
Dalam
kaitanya dengan kedaulatan, yuridiksi merupakan sebuah implementasi sebuah
kedaulatan sebuah negara kepada segala lalu lintas hukum yang terjadi di
dalamnya. Dan hal ini juga menyiratkan bahwa urusan domestik suatu negara
tidaklah boleh diintervensi oleh negara lain. Prinsip ini berlaku dengan sebuah
adagium “Par in parem non habet imperium” artinya para pihak
(negara) yang sama kedudukanya tidak mempunyai yuridiksi terhadap pihak lainya
(“equals do not have jurisdiction over each other”.
Menurut
Hans Kelsen, Prinsip Adagium “Par in
parem non habet imperium”, memiliki beberapa pengertian. Pertama suatu negara tidak dapat
melaksankan jurisdiksi melalui pengadilanya terhadap tindakan tindakan negara
lain, kecuali negara tersebut mengijinkanya. Kedua, Suatu pengadilan yang dibentuk berdasarkan perjanjian
internasional tidak dapat mengadili tindakan suatu negara yang bukan merupakan
anggota atau peserta dari perjanjian Internasional tersebut. Ketiga, Pengadilan suatu negara tidak
berhak mempersoalkan keabsahan suatu tindakan negara lain yang dilaksanakan
dalam wilayahnya.
Jurisdiksi
suatu negara di dalam wilayahnya terbagi atau tergambarkan oleh kekuasaan atau
kewenangan negara sebgai berikut :
a.
Kekuasaan
pembuat peraturan atau perundangn undangan yang mengatur hubungan atau status
hukum orang atau peristiwa peristiwa hukum di dalam wilayahnya. Kewenangan
seperti ini biasanya dilaksanakan oleh badan legislatif sehingga acapkali
disebut pula sebagai yurisdiksi legislatif atau prekripstif.
b.
Kewengana
negara untuk melaksanakan atau menegakkan (Enforcer) agar subjek hukum menaati
peraturan (hukum). Tindakan pemaksaan ini dilakukan oelh badan eksekutif negara
kekuasaan untuk menolak untuk memberikan izin, subsidi, kontrak-kontrak, dan
lain lain. Jurisdiksi ini disebut sebagai Jurisdiksi Eksekutif (executive
jurisdiction). Ada pula sarjana yang menyebutnya dengan Enforcement
Jurisdiction (Jurisdiksi penegakan).
c.
Kekuasaan (pengadilan) untuk mengadili orang (subjek
hukum) yang melanggar peraturan atau perundang undangan. Kekuasaan ini disebut
pula sebagai judicial jurisdiction (jurisdiksi pengadilan).
Jurisdiksi
dapat dibedakan antara jurisdiksi perdata dan jurisdiksi pidana. Jurisdiksi
perdata adalah kewenangan hukum pengadilan terhadap perkara-perkara yang
mneyngkut keperdataan baik yang bersifat nasional, maupun internasional (yaitu
bila para pihak atau objek perkaranya terdapat unsur hukum asing). Jurisdiksi
pidana adalah kewenangan (hukum) pengadilan terhadap perkara perkara yang
bersifat kepidanaan, baik yang menyangkut di dalamnya unsur asing maupun tidak.
Selain
prinsip prinsip “Par in parem non habet imperium” yurisdiksi dapat digolongkan
menjadi Jurisdiksi Teritorial, Personal, perlindungan, dan Universal.
a.
Jurisdiksi
Teritorial
Menurut
prinsip ini, negara mempunyai jurisdiksi terhadap semua persoalan atau kejadian
di dalam wilayahnya. Prinsip ini adalah prinsip yang paling penting dan mapan
dalam hukum Internasional.
Lord
Macmillan dalam Pengantar Hukum Internasional[1]
mengatakan, Jurisdiksi teritorial adalah ciri pokok dari kedaulatan dalam batas
batas ini, seperti semua negara merdeka yang berdaulat, bahwa negara harus
memiliki yurisdiksi terhadap semua orang dan benda di dalam batas-batas
teritorialnya dan dalam semua perkara perdata dan pidana yang timbul di dalam
batas-batas teritorial ini.
Namun
semakin berkembangnya zaman, kemajuan teknolgi juga bertambah pesat. Begitu
juga dengan kejahatan yang semakin banyak ragamnya. Kemungkinan kemungkinan
kejahatan yang tidak Tercover pun semakin besar, misal saja sebuah kejahatan
diwilayah suatu negara namun perencanaanya ada di negara lain. Hingga karena masalah
yuridiksi masalah tersebut tidak bisa terselesaikan, walhasil beberapa negara
mengatasi itu dengan menetapkan perluasan secara teknis yuridiksi teritorial :
1.
Dengan
memberlakukan prinsip teritorial subyektif
(subjective territorial principle ), negara negara ini menjalankan
yuridiksinya agar menuntut dan menghukum perbuatan pidana yang dilakukan di
dalam wilayahnya, tetapi perbuatan itu diselesaikan atau dituntaskan di wilayah
negara lain.
2.
Dengan
memberlakuakan prinsip teritorial objektif ( objective territorial principle ),
negara negara tertentu menerapkan yurisdiksinya teritorial mereka terhadap
perbuatan perbuatan pidana atau perbuatan perbuatan yang dilakukan di negara
lain, tetapi :
a.
Dilaksanakan atau diselesaikan di dalam wilayah mereka, atau
b.
Menimbulkan akibat yang sangat berbahaya terhadap ketertiban sosial dan ekonomi
di dalam wilayah mereka.[2]
Contoh
:
I.
Seseorang
menembakan senapan di sebarang perbatasan dan menewaskan orang lain yang berada
di negara tetangga.
II.
Seseorang
memperoleh uang yang bukan haknya dengan melalui surat yang dikirimkan di
Inggris kepada penerima di Jerman.
Prinsip teritorial ini berlaku
pada hal hal berikut :
1.
Hak
lintas damai di laut teritorial
Prinsip
jurisdiksi teritorial yang dimiliki oelh negara pantai sudah diakui sejak lama.
Pengakuan dan pengaturan tampak dalam
hasil konferensi kodifikasi hukum laut den haag 1930. Dalam konferensi
diakui adanya dua macam jurisdiksi negara pantai atas kapal laut yang berlayar
di laut teritorialnya, yaitu jurisdiksi kriminal (pidana) dan jurisdiksi
perdata.
2.
Kapal
berbendera asing di laut teritorial
Bahwa dalam
Konferensi Den haag 1930 telah diakui negara pantai memiliki jurisdiksi pada
setiap kapal yang melakukan lintasan di laut teritorialnya. Namun jurisdiksi
ini tidaklah berlaku bagi kapal perang dan kapan asing yang menikmati
kekebalan.
3.
Pelabuhan
Pelabuhan
merupakan bagian dari perairan pedalaman, karena di laut pedalaman itu pula
negara berdaulat penuh, maka kedaulatan ini pun berlaku di pelabuhan pelabuhan.
4.
Orang
asing
Jurisdiksi
teritorial suatu negara terhadap orang asing sama halnya jurisdiksi teritorial
negara terhadap negara terhadap warga negaranya. Tidak ada perlakuan khusus
yang diberikan kepada orang asing. Pengecualian terhadap yurisdiksi teriorial
adalah suatu keadaan yurisdiksi teritorial tidak berlaku (kebal terhadap):
a.
Negara
dan Kepala negara asing
b.
Perwakilan
diplomatik dan konsuler
c.
Kapal
pemerintah negara asing
d.
Angkatan
bersenjata negara asing
e.
Organisasi
internasional
b.
Jurisdiksi
Personal
Menurut
prinsip jurisdiksi personal, suatu negara
dapat mengadili warga negaranya karena kejahatan yang dilakukanya dimana
pun juga. Sebaliknya adalah kewajiban negara untuk memberikan perlindungan
diplomatik kepada warga-warganya di luar negeri. Ketentuan ini telah diterima
secara universal.
Prinsip
Jurisdiksi personel terdiri dari dua bagian, yaitu :
1.
Prinsip
Jurisdiksi personel Aktif
Menurut prinsip ini, suatu negara
memiliki jurisdiksi terhadap warga negaranya yang melakukan tindak pidana di
luar negeri. Dalam hal mengadili ini, sudah barang tentu orang tersebut harus
diektradisi terlebih dahulu ke negaranya.
Dalam KUHP kita pun demikian,
negara berhak menghukum warga negaranya yang melakukan kejahatan di negara
lain, lazim kita kenal dengan asas Nasional Aktif.
2.
Prinsip
Jurisdiksi personel Pasif
Menurut prinsip ini suatu negara
memiliki jurisdiksi untuk mengadili orang asing yang melakukan tindak pidana
terhadap warga negaranya di luar negeri. Dasar atau landasan dari bentuk
yurisdiksi ini adalah keinginan negara untuk memberikan perlindungan dengan
warga negaranya.
Contoh
: UU perlindungan anti Terrorisme milik Amerika, pada intinya Amerika memiliki
jurisdiksi pada siapapun yang melakukan pembunuhan terhadap warga negaranya.
c.
Jurisdiksi
Perlindungan
Berdasarkan prinsip
juridiksi perlindungan, suatu negara dapat melaksanakan jurisdiksinya terhadap
warga negara asing yang melakukan kejahatan di luar negeri yang diduga dapat
mengancam kepentingan keamanan, integritas dan kemerdekaan negara. Kejahatan
yang dpaat menggulingkan pemerintah, pemalsuan uang, spionase.
Tidak berbeda jauh dalam KUHP
kita pun hal ini sudah demikian rupa diatur. Intinya negara berhak mengadakan
tuntutan pada siapapun yang mencoba mengganggu kestabilan negara seperti
mengadakan provokasi terhadap suku tertentu unutk mengadakan gerakan separatis.
Lazim kita kenal dengan Asas Nasional Pasif.
d.
Jurisdiksi
Universal
Menurut prinsip ini, setiap
negara mempunyai yurisdiksi terhadap tindak kejahatan yang mengancam masyrakata
internasional. Jurisdiksi ini lahir tanpa melihat dimana kejahatn dilakukan
atau warga negara yang melakukanj kejahatan. Maryan Green berpendapat bahwa
terhadap kejahatan-kejahatan seperti ini, selain memiliki jurisdiksi, negara
negara pun memiliki hak dan kewajiban untuk menghukumnya. Lahirnya prinsip
jurisdiksi universal terhadap jenis kejahatan yang merusak (destruktif)terhadap
masyarakat internasional sebenarnya juga disebabkan karena tidak adanya badan
peradilan internasional yang khusus mengadili kejahatan yang dilakukan oleh
orang-perorangan (indivu).
Beberapa contoh
kejahatan yang telah diterima sebagai kejahatan yang tunduk pada prinsip
Jurisdiksi universal adalah pembajakan di laut (perompakan) dan kejahtan
perang, selain itu lalu lintas penjualan obat obat terlarang, Apartheid juga termasuk di dalamnya.
SUMBER
TULISAN
Adolf, Huala. Aspek
aspek negara dalam hukum Internasional (Edisi revisi). Jakarta. Raja Grafindo
perkasa. 2002
Starke, J.G.
Pengantar hukum Internasional (Edisi Kesepuluh). Jakarta. Sinar Grafika. 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar