Senin, 15 April 2013

Yurisdiksi Negara

Yurisdiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa hukum. Pada intinya negara memiliki kewenangan untuk mengatur segala lalu lintas orang yang ada dalam wilayah kedaulatanya, juga negara memiliki kekuasaan untuk mengatur benda dan peristiwa hukum yang ada dalam wilayahnya. Peristiwa hukum sendiri ialah peristiwa yang menimbulkan akibat hukum.
Add caption
            Dalam kaitanya dengan kedaulatan, yuridiksi merupakan sebuah implementasi sebuah kedaulatan sebuah negara kepada segala lalu lintas hukum yang terjadi di dalamnya. Dan hal ini juga menyiratkan bahwa urusan domestik suatu negara tidaklah boleh diintervensi oleh negara lain. Prinsip ini berlaku dengan sebuah adagium “Par in parem non  habet imperium” artinya para pihak (negara) yang sama kedudukanya tidak mempunyai yuridiksi terhadap pihak lainya (“equals do not have jurisdiction over each other”.
            Menurut Hans Kelsen, Prinsip Adagium “Par in parem non habet imperium”, memiliki beberapa pengertian. Pertama suatu negara tidak dapat melaksankan jurisdiksi melalui pengadilanya terhadap tindakan tindakan negara lain, kecuali negara tersebut mengijinkanya. Kedua, Suatu pengadilan yang dibentuk berdasarkan perjanjian internasional tidak dapat mengadili tindakan suatu negara yang bukan merupakan anggota atau peserta dari perjanjian Internasional tersebut. Ketiga, Pengadilan suatu negara tidak berhak mempersoalkan keabsahan suatu tindakan negara lain yang dilaksanakan dalam wilayahnya.
            Jurisdiksi suatu negara di dalam wilayahnya terbagi atau tergambarkan oleh kekuasaan atau kewenangan negara sebgai berikut :
a.       Kekuasaan pembuat peraturan atau perundangn undangan yang mengatur hubungan atau status hukum orang atau peristiwa peristiwa hukum di dalam wilayahnya. Kewenangan seperti ini biasanya dilaksanakan oleh badan legislatif sehingga acapkali disebut pula sebagai yurisdiksi legislatif atau prekripstif.
b.      Kewengana negara untuk melaksanakan atau menegakkan (Enforcer) agar subjek hukum menaati peraturan (hukum). Tindakan pemaksaan ini dilakukan oelh badan eksekutif negara kekuasaan untuk menolak untuk memberikan izin, subsidi, kontrak-kontrak, dan lain lain. Jurisdiksi ini disebut sebagai Jurisdiksi Eksekutif (executive jurisdiction). Ada pula sarjana yang menyebutnya dengan Enforcement Jurisdiction (Jurisdiksi penegakan).
c.       Kekuasaan  (pengadilan) untuk mengadili orang (subjek hukum) yang melanggar peraturan atau perundang undangan. Kekuasaan ini disebut pula sebagai judicial jurisdiction (jurisdiksi pengadilan).
Jurisdiksi dapat dibedakan antara jurisdiksi perdata dan jurisdiksi pidana. Jurisdiksi perdata adalah kewenangan hukum pengadilan terhadap perkara-perkara yang mneyngkut keperdataan baik yang bersifat nasional, maupun internasional (yaitu bila para pihak atau objek perkaranya terdapat unsur hukum asing). Jurisdiksi pidana adalah kewenangan (hukum) pengadilan terhadap perkara perkara yang bersifat kepidanaan, baik yang menyangkut di dalamnya unsur asing maupun tidak.
Selain prinsip prinsip “Par in parem non habet imperium” yurisdiksi dapat digolongkan menjadi Jurisdiksi Teritorial, Personal, perlindungan, dan Universal.
a.       Jurisdiksi Teritorial
Menurut prinsip ini, negara mempunyai jurisdiksi terhadap semua persoalan atau kejadian di dalam wilayahnya. Prinsip ini adalah prinsip yang paling penting dan mapan dalam hukum Internasional.
Lord Macmillan dalam Pengantar Hukum Internasional[1] mengatakan, Jurisdiksi teritorial adalah ciri pokok dari kedaulatan dalam batas batas ini, seperti semua negara merdeka yang berdaulat, bahwa negara harus memiliki yurisdiksi terhadap semua orang dan benda di dalam batas-batas teritorialnya dan dalam semua perkara perdata dan pidana yang timbul di dalam batas-batas teritorial ini.
Namun semakin berkembangnya zaman, kemajuan teknolgi juga bertambah pesat. Begitu juga dengan kejahatan yang semakin banyak ragamnya. Kemungkinan kemungkinan kejahatan yang tidak Tercover pun semakin besar, misal saja sebuah kejahatan diwilayah suatu negara namun perencanaanya ada di negara lain. Hingga karena masalah yuridiksi masalah tersebut tidak bisa terselesaikan, walhasil beberapa negara mengatasi itu dengan menetapkan perluasan secara teknis yuridiksi teritorial :
1.      Dengan memberlakukan prinsip teritorial subyektif  (subjective territorial principle ), negara negara ini menjalankan yuridiksinya agar menuntut dan menghukum perbuatan pidana yang dilakukan di dalam wilayahnya, tetapi perbuatan itu diselesaikan atau dituntaskan di wilayah negara lain.
2.      Dengan memberlakuakan prinsip teritorial objektif ( objective territorial principle ), negara negara tertentu menerapkan yurisdiksinya teritorial mereka terhadap perbuatan perbuatan pidana atau perbuatan perbuatan yang dilakukan di negara lain, tetapi :
a. Dilaksanakan atau diselesaikan di dalam wilayah mereka, atau
b. Menimbulkan akibat yang sangat berbahaya terhadap ketertiban sosial dan ekonomi di dalam wilayah mereka.[2]
Contoh :
I.                    Seseorang menembakan senapan di sebarang perbatasan dan menewaskan orang lain yang berada di negara tetangga.
II.                 Seseorang memperoleh uang yang bukan haknya dengan melalui surat yang dikirimkan di Inggris kepada penerima di Jerman.

Prinsip teritorial ini berlaku pada hal hal berikut :
1.      Hak lintas damai di laut teritorial
Prinsip jurisdiksi teritorial yang dimiliki oelh negara pantai sudah diakui sejak lama. Pengakuan dan pengaturan tampak dalam  hasil konferensi kodifikasi hukum laut den haag 1930. Dalam konferensi diakui adanya dua macam jurisdiksi negara pantai atas kapal laut yang berlayar di laut teritorialnya, yaitu jurisdiksi kriminal (pidana) dan jurisdiksi perdata.
2.      Kapal berbendera asing di laut teritorial
Bahwa dalam Konferensi Den haag 1930 telah diakui negara pantai memiliki jurisdiksi pada setiap kapal yang melakukan lintasan di laut teritorialnya. Namun jurisdiksi ini tidaklah berlaku bagi kapal perang dan kapan asing yang menikmati kekebalan.
3.      Pelabuhan
Pelabuhan merupakan bagian dari perairan pedalaman, karena di laut pedalaman itu pula negara berdaulat penuh, maka kedaulatan ini pun berlaku di pelabuhan pelabuhan.

4.      Orang asing
Jurisdiksi teritorial suatu negara terhadap orang asing sama halnya jurisdiksi teritorial negara terhadap negara terhadap warga negaranya. Tidak ada perlakuan khusus yang diberikan kepada orang asing. Pengecualian terhadap yurisdiksi teriorial adalah suatu keadaan yurisdiksi teritorial tidak berlaku (kebal terhadap):
a.       Negara dan Kepala negara asing
b.      Perwakilan diplomatik dan konsuler
c.       Kapal pemerintah negara asing
d.      Angkatan bersenjata negara asing
e.       Organisasi internasional

b.      Jurisdiksi Personal
Menurut prinsip jurisdiksi personal, suatu negara  dapat mengadili warga negaranya karena kejahatan yang dilakukanya dimana pun juga. Sebaliknya adalah kewajiban negara untuk memberikan perlindungan diplomatik kepada warga-warganya di luar negeri. Ketentuan ini telah diterima secara universal.
Prinsip Jurisdiksi personel terdiri dari dua bagian, yaitu :
1.      Prinsip Jurisdiksi personel Aktif
Menurut prinsip ini, suatu negara memiliki jurisdiksi terhadap warga negaranya yang melakukan tindak pidana di luar negeri. Dalam hal mengadili ini, sudah barang tentu orang tersebut harus diektradisi terlebih dahulu ke negaranya.
Dalam KUHP kita pun demikian, negara berhak menghukum warga negaranya yang melakukan kejahatan di negara lain, lazim kita kenal dengan asas Nasional Aktif.
2.      Prinsip Jurisdiksi personel Pasif
Menurut prinsip ini suatu negara memiliki jurisdiksi untuk mengadili orang asing yang melakukan tindak pidana terhadap warga negaranya di luar negeri. Dasar atau landasan dari bentuk yurisdiksi ini adalah keinginan negara untuk memberikan perlindungan dengan warga negaranya.
Contoh : UU perlindungan anti Terrorisme milik Amerika, pada intinya Amerika memiliki jurisdiksi pada siapapun yang melakukan pembunuhan terhadap warga negaranya.

c.       Jurisdiksi Perlindungan
Berdasarkan prinsip juridiksi perlindungan, suatu negara dapat melaksanakan jurisdiksinya terhadap warga negara asing yang melakukan kejahatan di luar negeri yang diduga dapat mengancam kepentingan keamanan, integritas dan kemerdekaan negara. Kejahatan yang dpaat menggulingkan pemerintah, pemalsuan uang, spionase.
Tidak berbeda jauh dalam KUHP kita pun hal ini sudah demikian rupa diatur. Intinya negara berhak mengadakan tuntutan pada siapapun yang mencoba mengganggu kestabilan negara seperti mengadakan provokasi terhadap suku tertentu unutk mengadakan gerakan separatis. Lazim kita kenal dengan Asas Nasional Pasif.

d.      Jurisdiksi Universal
Menurut prinsip ini, setiap negara mempunyai yurisdiksi terhadap tindak kejahatan yang mengancam masyrakata internasional. Jurisdiksi ini lahir tanpa melihat dimana kejahatn dilakukan atau warga negara yang melakukanj kejahatan. Maryan Green berpendapat bahwa terhadap kejahatan-kejahatan seperti ini, selain memiliki jurisdiksi, negara negara pun memiliki hak dan kewajiban untuk menghukumnya. Lahirnya prinsip jurisdiksi universal terhadap jenis kejahatan yang merusak (destruktif)terhadap masyarakat internasional sebenarnya juga disebabkan karena tidak adanya badan peradilan internasional yang khusus mengadili kejahatan yang dilakukan oleh orang-perorangan (indivu).
Beberapa contoh kejahatan yang telah diterima sebagai kejahatan yang tunduk pada prinsip Jurisdiksi universal adalah pembajakan di laut (perompakan) dan kejahtan perang, selain itu lalu lintas penjualan obat obat terlarang, Apartheid juga termasuk di dalamnya.
SUMBER TULISAN
Adolf, Huala. Aspek aspek negara dalam hukum Internasional (Edisi revisi). Jakarta. Raja Grafindo perkasa. 2002
Starke, J.G. Pengantar hukum Internasional (Edisi Kesepuluh). Jakarta. Sinar Grafika. 2008



[1] J.G starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Bandung, 1989, hlm 271
[2] Ibid, hlm 274

Tidak ada komentar:

Posting Komentar