Dalam website Pemalangkab.co.id disebutkan pada 1575, Pemalang
berhasil membentuk pemerintahan tradisional. Tokoh yang berperan penting adalah
Pangeran Benawa. Diceritaka Pangeran itu asal mulanya adalah Raja Jipang yang
menggantikan ayahnya yang telah mangkat yaitu Sultan Adiwijaya. Banyak yang
meyakini, Beliau adalah pendiri Kabupaten Pemalang.
Namun siapakah beliau,
benarkah ia Putra Jaka Tingkir yang sakti madraguna itu, lalu apa yang membuat
beliau sampai di Pemalang. Mari kita simak cerita berikut.
Sultan Adiwijaya atau
Sultan Hadiwijaya adalah nama lain dari Mas Karebet atau Jaka Tingkir. Seorang
Kestria Jawa yang terkenal akan kesaktianya. Kisahnya yang masyhur semisal
menaklukan sekumpulan Buaya, dan membunuh prajurit sakti bernama Dadangawuk
hanya berbekal daun sirih.
Jaka tingkir
sebelumnya hanyalah Adipati di Pajang. Sebuah pemerintahan di bawah Kerajaan
Demak. Demak kemudian memindah kekuasaan ke Pajang, setelah Putra Sultan
Trenggono, Sunan Prawata dibunuh oleh Arya Penangsang,. Arya Penangsang pun
berhasil membunuh suami Ratu Kalinyamat. Jaka Tingkir kemudian diangkat menjadi
Raja Pajang, dan Demak menjadi Kadipaten di bawah Pajang. Setelah sebelumnya
menjadi kerajaan.
Ratu Kalinyamat membujuk
Jaka Tingkir untuk membunuh Arya Penangsang. Namun tidak bisa karena, Jaka
Tingkir dan Arya Penangsang saudara seperguruan dari Sunan Kudus. Namun Purwadi
(2007) menulis, Arya Penangsang berniat memberontak kepada Jaka Tingkir, karena
status Jaka Tingkir yang hanya keponakan dari Sultan Trenggono, bukan putra
Mahkota.
Kemudian diadakan sayembara,
untuk menghadapi Arya Penangsang. Siapa yang bisa menaklukan Arya Penangsang,
ia dijanjikan kawasan Mataram di Jogja dan Pati di pesisir utara pantai jawa.
Pada akhirnya terpilih Ki Agung Pemanahan dan Ki Penjawi. Singkat cerita, Arya
Penangsang akhrinya tewas oleh Sutawijaya, anak dari Pamanahan.
Setelah tewasnya Arya
Penangsang, Penjawi dihadiahi Pati oleh Jaka Tingkir, namun Jaka Tingkir sempat
menahan Hadiah tanah berupa Mataram kepada Ki Ageng Pemanahan. Jaka tingkir
percaya ramalah Sunan Giri, bahwa Mataram kelak akan menjadi kerajaan yang
lebih maju daripada Pajang. Namun setelah dibujuk Sunan Kalijaga, Jaka Tingkir
memberikan juga kepada Ki Ageng Pemanahan.
Sedang Ki Ageng
Pemanahan, hanya diwajibkan laporan kepada Pajang, sebagai simbol kesetiaan
meskipun tanpa memberika pajak dan upeti. Setelah Ki Ageng wafat, tahta
diberikan kepada Putranya yaitu Sutawijaya, ia kemudian diberi hak untuk tidak
menghadap ke Pajang.
Pajang curiga dengan
gerak gerik mataram, kemudian diutuslah Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil.
Mereka berkesimpulan, Sutawijaya agak kurang sopan dan terkesan memberontak.
Jaka Tingkir kemudian mengutus rombongan kedua, yang dipimpin oleh Pangeran
Benawa (Putra Mahkota), Arya Pamalad (Adipati Tuban), dan Patih Mancanegara. Rombongan
ini malah dijamu dengan Pesta oleh Sutawijaya
Namun terjadi insiden,
seoran prajurit Tuban mati oleh Raden Rangga (Putra Sutawijaya) karena didesak
oleh Arya Pamalad pada saat Pesta. Mereka kemudian melapor kepada Pajang, Jaka
Tingkir berniat menyerang, namun diyakinkan oleh Pangeran Benawa bahwa insiden
itu murni kecelakaan.
Puncaknya adalah seorang
Keponakan Sutawijaya yang tinggal di Pajang,. Raden Pabelan, menerobos
Keputrian dan menemui Ratu Sekar Kedaton (Putri bungsu Jaka Tingkir). Akibatnya
Raden Pabelan, dihukum mati. Dan Tumenggung Mayang, ayah dari Raden Pabelan
dihukum buang, karena diduga membantu perbuatan anaknya.
Istri Tumenggung Mayang,
meminta bantuan kepada Mataram untuk membebaskan Tumenggung Mayang. Dan
sutawijaya pun mengutus orang, untuk membebaskan Tumenggun Mayang. Akibat
perbuatan lancang ini, Jaka Tingkir merasa perlu untuk menyerang Mataram. Dan
perang pun tidak terelakan.
Namun, meski berjumlah
lebih banyak. Pasukan Pajang menderita kekalaahan Jaka Tingkir terdesak, ia merasa
di ujung hidupnya. Ia berpesan kepada penerusnya, siapapun yang menjadi Raja
Pajang selanjutnya, untuk tidak memusuhi Sutwaijaya, selain karena anak
angkatnya, peperangan dengan Mataram merupakan sebuah takdir. Jaka Tingkir pun
meninggal sekitar tahun 1582.
Kekosongan tahta di
Pajang menimbulkan perebutan kekuasaan. Sebagai Putra Mahkota, Pangeran Benowo
lebih berhak meraih tahta kerajaan pajang, namun Arya Pangiri Suami Ratu
Pembayun, putri tertua Jaka Tingkir, merasa lebih berhak untuk tahta pajang. Ia
beranggapan usia Pangeran Benawa lebih muda daripada Istrinya. Pendapat ini
didukung oleh Panembaha Kudus (Pengganti Sunan Kudus). Pangeran Benawa akhirnya
hanya menjadi Bupati Jipang.
Namun kepemimpinan Arya
Pangiri disebut mudah curiga. Ketika kerajaan Aceh mengirim utusan untuk
meminta bantuan mengusir Portugis dari Malaka, Arya Pangiri malah membunuh
utusan tersebut. Aceh kemudian meminta bantuan Turki Ustmani, meskipun pada
kahirnya berakhir gagal dalam mengusir Portugis.
Arya Pangiri, hanya
berfokus bagaimana mengalahkan Mataram. Ia bahkan membentuk pasukan dari Demak,
Bali, dan Bugis untuk menyerbu Mataram. Sedang para Prajurit Pajang sendiri,
disingkirkan Arya Pangiri, mereka yang kecewa terhadap Arya Pangiri kemudian
memilih mengabdi kepada Pangeran Benowo.
Pangeran Benowo merasa
prihatin dengan keadaan rakyat Pajang. Ia yang terkenal berwatak halus dan
lembut itu, kemudian bersekutu dengan Sutawijaya dari Mataram untuk menggempur
Pajang. Kebetulan keduanya sedari kecil sudah akrab, karena Sutawijaya dianggap
anak angkat dari Jaka Tingkir. Gabungan antara pasukan Jipang dan Pasukan
Mataram berhasil menurunkan Arya Pangiri dari Tahta, Arya Pangiri kemudian
dipulangkan ke Demak.
Pangeran Benawa kemudian
naik tahta menjadi Raja Pajang dan bergelar Prabuwijaya. Namun ia tidak lama
duduk sebagai Raja di Pajang. Purwadi (2007) berpendapat Pangeran Benawa
mengalami banyak pertentangan, karena kebijakan politk ekspansinya, terutama
dari Jawa bagian tengah dan timur. Ia pun berupaya memindahkan tahta kerajaan
dari Pajang ke Mataram.
Sungguhpun demikian,
Pangeran Benawa ditulis Purwadi (2007) termasuk orang yang peduli terhadap
Pendidikan, ia bisa menyeimbangakn pendidikan Umum dan Agama. Kelak dari konsep
ini, lahirlah tradisi Pondok Pesantren, yang menjadi ciri khas pendidikan
Nusantara.
Keberhasilan
ini tidak lepas dari didikan yang terarah lagi sistematis dari Jaka Tingkir
atau Sultan Hadiwijaya. Selain terkenal karena kesaktianya, Jaka Tingkir
dikenal menciptakan wayang Kencana, yang berukuran lebih kecil dari wayang
biasanya. Jaka Tingkir pun memiliki pujangga, yang bernama Pangeran
Karanggayam. Ia berhasil menciptakan serat nitisrutiyang berisi ajaran moral
dan mistik kejawen.
Pangeran
Benowo yang terus mendapat tekanan, kemudian memilih menyepi di gunung dan
tirakat. Nah, sampai
disini kemudian timbul perbedaan dimanakah kemudian Pangeran Benawa menyepikan
diri. Misalnya, Graff dan Pigeaud (1985) berpendapat, Pangeran Benawa menyepi
ke daerah Kedu. Sementara ada pendapat pula, yang menyatakan Pangeran Benawa
pindah ke barat dan membangun Pemalang.
Hal ini dibuktikan dengan
adanya sebuah makam, yang diduga sebagai tempat persemayaman Pangeran Benawa di
desa Penggarit, Kabupaten Pemalang.
Pangeran Benawa memiliki
Putri yang bernama Dyah Banowati. Ia dijodohkan dengan Mas Jolang anak dari
Sutawijaya. Dari pernikahan keduanya melahirkan Sultan Agung, raja terbesar
mataram. Dari silisilah Pangeran Benawa, didapati anam Pangeran Radin, yang
kelak menurunkan Ronggowarsito dan Yosodipuro, keduanya merupaka Pujangga
termasyhur dari Kasunanan Surakarta.
Daftar Pustaka
Abimanyu,
Soedjipto, Babad Tanah Jawa, 2014,
(Jogjakarta : Laksana)
De
Graaf & Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, 1985,
(Jakarta : Grafitti Presss)
Purwadi, Sistem
Pemerintahan Kerajaan Jawa Klasik, 2007, (Medan :Penerbit
Pujakesuma)
Purwadi, Kraton Pajang; Titik temu dinasti Kerajaan
Jawa, 2008, (Jogjakarta: Panji Pustaka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar