Kamis, 19 Mei 2016

Pemalang dan Legenda Pangeran Benawa

Dalam website Pemalangkab.co.id disebutkan pada 1575, Pemalang berhasil membentuk pemerintahan tradisional. Tokoh yang berperan penting adalah Pangeran Benawa. Diceritaka Pangeran itu asal mulanya adalah Raja Jipang yang menggantikan ayahnya yang telah mangkat yaitu Sultan Adiwijaya. Banyak yang meyakini, Beliau adalah pendiri Kabupaten Pemalang.
Namun siapakah beliau, benarkah ia Putra Jaka Tingkir yang sakti madraguna itu, lalu apa yang membuat beliau sampai di Pemalang. Mari kita simak cerita berikut.
Sultan Adiwijaya atau Sultan Hadiwijaya adalah nama lain dari Mas Karebet atau Jaka Tingkir. Seorang Kestria Jawa yang terkenal akan kesaktianya. Kisahnya yang masyhur semisal menaklukan sekumpulan Buaya, dan membunuh prajurit sakti bernama Dadangawuk hanya berbekal daun sirih.
 Jaka tingkir sebelumnya hanyalah Adipati di Pajang. Sebuah pemerintahan di bawah Kerajaan Demak. Demak kemudian memindah kekuasaan ke Pajang, setelah Putra Sultan Trenggono, Sunan Prawata dibunuh oleh Arya Penangsang,. Arya Penangsang pun berhasil membunuh suami Ratu Kalinyamat. Jaka Tingkir kemudian diangkat menjadi Raja Pajang, dan Demak menjadi Kadipaten di bawah Pajang. Setelah sebelumnya menjadi kerajaan.
Ratu Kalinyamat membujuk Jaka Tingkir untuk membunuh Arya Penangsang. Namun tidak bisa karena, Jaka Tingkir dan Arya Penangsang saudara seperguruan dari Sunan Kudus. Namun Purwadi (2007) menulis, Arya Penangsang berniat memberontak kepada Jaka Tingkir, karena status Jaka Tingkir yang hanya keponakan dari Sultan Trenggono, bukan putra Mahkota.
Kemudian diadakan sayembara, untuk menghadapi Arya Penangsang. Siapa yang bisa menaklukan Arya Penangsang, ia dijanjikan kawasan Mataram di Jogja dan Pati di pesisir utara pantai jawa. Pada akhirnya terpilih Ki Agung Pemanahan dan Ki Penjawi. Singkat cerita, Arya Penangsang akhrinya tewas oleh Sutawijaya, anak dari Pamanahan.
Setelah tewasnya Arya Penangsang, Penjawi dihadiahi Pati oleh Jaka Tingkir, namun Jaka Tingkir sempat menahan Hadiah tanah berupa Mataram kepada Ki Ageng Pemanahan. Jaka tingkir percaya ramalah Sunan Giri, bahwa Mataram kelak akan menjadi kerajaan yang lebih maju daripada Pajang. Namun setelah dibujuk Sunan Kalijaga, Jaka Tingkir memberikan juga kepada Ki Ageng Pemanahan.
 Sedang Ki Ageng Pemanahan, hanya diwajibkan laporan kepada Pajang, sebagai simbol kesetiaan meskipun tanpa memberika pajak dan upeti. Setelah Ki Ageng wafat, tahta diberikan kepada Putranya yaitu Sutawijaya, ia kemudian diberi hak untuk tidak menghadap ke Pajang.
Pajang curiga dengan gerak gerik mataram, kemudian diutuslah Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil. Mereka berkesimpulan, Sutawijaya agak kurang sopan dan terkesan memberontak. Jaka Tingkir kemudian mengutus rombongan kedua, yang dipimpin oleh Pangeran Benawa (Putra Mahkota), Arya Pamalad (Adipati Tuban), dan Patih Mancanegara. Rombongan ini malah dijamu dengan Pesta oleh Sutawijaya
Namun terjadi insiden, seoran prajurit Tuban mati oleh Raden Rangga (Putra Sutawijaya) karena didesak oleh Arya Pamalad pada saat Pesta. Mereka kemudian melapor kepada Pajang, Jaka Tingkir berniat menyerang, namun diyakinkan oleh Pangeran Benawa bahwa insiden itu murni kecelakaan.
Puncaknya adalah seorang Keponakan Sutawijaya yang tinggal di Pajang,. Raden  Pabelan, menerobos Keputrian dan menemui Ratu Sekar Kedaton (Putri bungsu Jaka Tingkir). Akibatnya Raden Pabelan, dihukum mati. Dan Tumenggung Mayang, ayah dari Raden Pabelan dihukum buang, karena diduga membantu perbuatan anaknya.
Istri Tumenggung Mayang, meminta bantuan kepada Mataram untuk membebaskan Tumenggung Mayang. Dan sutawijaya pun mengutus orang, untuk membebaskan Tumenggun Mayang. Akibat perbuatan lancang ini, Jaka Tingkir merasa perlu untuk menyerang Mataram. Dan perang pun tidak terelakan.
Namun, meski berjumlah lebih banyak. Pasukan Pajang menderita kekalaahan Jaka Tingkir terdesak, ia merasa di ujung hidupnya. Ia berpesan kepada penerusnya, siapapun yang menjadi Raja Pajang selanjutnya, untuk tidak memusuhi Sutwaijaya, selain karena anak angkatnya, peperangan dengan Mataram merupakan sebuah takdir. Jaka Tingkir pun meninggal sekitar tahun 1582.
Kekosongan tahta di Pajang menimbulkan perebutan kekuasaan. Sebagai Putra Mahkota, Pangeran Benowo lebih berhak meraih tahta kerajaan pajang, namun Arya Pangiri Suami Ratu Pembayun, putri tertua Jaka Tingkir, merasa lebih berhak untuk tahta pajang. Ia beranggapan usia Pangeran Benawa lebih muda daripada Istrinya. Pendapat ini didukung oleh Panembaha Kudus (Pengganti Sunan Kudus). Pangeran Benawa akhirnya hanya menjadi Bupati Jipang.
Namun kepemimpinan Arya Pangiri disebut mudah curiga. Ketika kerajaan Aceh mengirim utusan untuk meminta bantuan mengusir Portugis dari Malaka, Arya Pangiri malah membunuh utusan tersebut. Aceh kemudian meminta bantuan Turki Ustmani, meskipun pada kahirnya berakhir gagal dalam mengusir Portugis.
Arya Pangiri, hanya berfokus bagaimana mengalahkan Mataram. Ia bahkan membentuk pasukan dari Demak, Bali, dan Bugis untuk menyerbu Mataram. Sedang para Prajurit Pajang sendiri, disingkirkan Arya Pangiri, mereka yang kecewa terhadap Arya Pangiri kemudian memilih mengabdi kepada Pangeran Benowo.
Pangeran Benowo merasa prihatin dengan keadaan rakyat Pajang. Ia yang terkenal berwatak halus dan lembut itu, kemudian bersekutu dengan Sutawijaya dari Mataram untuk menggempur Pajang. Kebetulan keduanya sedari kecil sudah akrab, karena Sutawijaya dianggap anak angkat dari Jaka Tingkir. Gabungan antara pasukan Jipang dan Pasukan Mataram berhasil menurunkan Arya Pangiri dari Tahta, Arya Pangiri kemudian dipulangkan ke Demak.
Pangeran Benawa kemudian naik tahta menjadi Raja Pajang dan bergelar Prabuwijaya. Namun ia tidak lama duduk sebagai Raja di Pajang. Purwadi  (2007) berpendapat Pangeran Benawa mengalami banyak pertentangan, karena kebijakan politk ekspansinya, terutama dari Jawa bagian tengah dan timur. Ia pun berupaya memindahkan tahta kerajaan dari Pajang ke Mataram.
Sungguhpun demikian, Pangeran Benawa ditulis Purwadi (2007) termasuk orang yang peduli terhadap Pendidikan, ia bisa menyeimbangakn pendidikan Umum dan Agama. Kelak dari konsep ini, lahirlah tradisi Pondok Pesantren, yang menjadi ciri khas pendidikan Nusantara.
Keberhasilan ini tidak lepas dari didikan yang terarah lagi sistematis dari Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya. Selain terkenal karena kesaktianya, Jaka Tingkir dikenal menciptakan wayang Kencana, yang berukuran lebih kecil dari wayang biasanya. Jaka Tingkir pun memiliki pujangga, yang bernama Pangeran Karanggayam. Ia berhasil menciptakan serat nitisrutiyang berisi ajaran moral dan mistik kejawen.
 Pangeran Benowo yang terus mendapat tekanan, kemudian memilih menyepi di gunung dan tirakat. Nah, sampai disini kemudian timbul perbedaan dimanakah kemudian Pangeran Benawa menyepikan diri. Misalnya, Graff dan Pigeaud (1985) berpendapat, Pangeran Benawa menyepi ke daerah Kedu. Sementara ada pendapat pula, yang menyatakan Pangeran Benawa pindah ke barat dan membangun Pemalang.
Hal ini dibuktikan dengan adanya sebuah makam, yang diduga sebagai tempat persemayaman Pangeran Benawa di desa Penggarit, Kabupaten Pemalang.
Pangeran Benawa memiliki Putri yang bernama Dyah Banowati. Ia dijodohkan dengan Mas Jolang anak dari Sutawijaya. Dari pernikahan keduanya melahirkan Sultan Agung, raja terbesar mataram. Dari silisilah Pangeran Benawa, didapati anam Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Ronggowarsito dan Yosodipuro, keduanya merupaka Pujangga termasyhur dari Kasunanan Surakarta.
Daftar Pustaka
Abimanyu, Soedjipto, Babad Tanah Jawa, 2014, (Jogjakarta : Laksana)
De Graaf & Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, 1985, (Jakarta : Grafitti Presss)
Purwadi, Sistem Pemerintahan Kerajaan Jawa Klasik, 2007, (Medan :Penerbit Pujakesuma)
Purwadi, Kraton Pajang; Titik temu dinasti Kerajaan Jawa, 2008, (Jogjakarta: Panji Pustaka)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar