Sabtu, 07 Mei 2016

Kresna Tiwikrama


            Yudistira terkapar, raja jin di hutan wanamarta ini berusaha bangkit, ia kemudian berlutut di hadapan Pandhawa. Ia kalah dalam perang tanding melawan mereka, Mahkota kerajaan Jin miliknya tergeletak begitu saja, dengan sedikit mendengus kesal, ia memungut Mahkota dan menyerahkan kepada Puntadewa. Ia sendiri yang menaruh di kepada Puntadewa.
            Puntadewa kini seorang raja, ia duduk di singgasana amarta, yang sebelumya menjadi kerajaan Jin Prabu Yudistira. Kerajaan Amarta megah tiada banding indahnya, Zamrud dan permata menggantung di setiap jendela dan pintu, dayang dengan wajah bersih nan elok berkecipak cipik di kolam istana. Lantai marmer tembus pandang dengan aliran air dibawahnya. Berdiri di atasnya, semacam berdiri di atas air saja.
              Setelah diusir oleh Kurawa, Pandawa memiliih membuka lahan di hutan angker yang jarang terjamah, yaitu Hutan Wanamarta. Hutan Wanamarta pada asalnya pemberian dari Prabu Matsawati yang iba terhadap nasib cucu cucunya. Pandawa melakukan babat alas agar bisa ditempati. Mereka harus berhadapan dengan Raja Jin, Prabu Yudistira yang memiliki kerajaan Amarta, Istana itu dibangun oleh Arsitek terkenal Mayasura.
            Setelah menaklukan Prabu Yudistira, Pandawa langusng melakukan babat alas. Dalam babat alas itu, Gada Rujakpolo milik bima dengan mudahnya menumbangkan sepuluh pohon sekali tebas, Pedang tajam milik kembar Nakula Sadewa dengan membersihkan belukar dan ilalang. Gandiwa sakti pemberian Agni si Dewi Api, menyempurnakan babat alas pandawa dengan membakar alas wanamarta.
Api yang membumbung tinggi, diikuti oleh teriakan hewan yang berlarian. Ada yang terbirit birit menyelamatkan dirinya sendiri, ada yang tertatih membawa anak anaknya, dan tidak sedikit teriakan hewan malang yang ikut terpanggang. Turunya hujan sementara mengehntikan api, asap tipis masih mengepul, beberapa bangkai hewan dibuang begitu saja. Tidak sedikit phon tumbang berserakan, wanamarta yang dulu hijau, kini hitam pekat diselimuti asap.  
“cukup untuk membuat sebuah perkampungan kakang” ungkap Arjuna kepada Puntadewa
“benar adimas, kita bahkan bisa membuat kerajaan” Ujar Puntadewa.
Adik adik mereka hanya mengangguk tersenyum mendengar usulan Puntadewa.
Keindahan kerajaan Amarta membuat beberapa pengembara mampir, sadar empunya istana adalah Pandawa lima yang masyhur itu, banyak dari mereka menetap di sekitar Istana dan enggan melanjutkan perjalanan. Hal ini kemudian diikuti oleh banyak pengembara, maupun pendatang dari banyak negara. Mereka rela membuka lahan di dekat Kerajaan meski harus menebang hutan.
Kini wanamarta tak lagi berisik burung burung bertengkar, tak lagi rimbun, hijau nan sejuk, tak ada pacuan harimau mengeroyok kijang kerempeng.  ia kini ramai akan langkah derap perdagangan. Keangkeran dan seperangkat keriuhan hutan telah diusir para Pandawa.  Tak ada lagi kicauan pipit di pagi hari, tak ada matahari yang mengintip dalam rimbunan pohon kala pagi dan senja.
Amarta hari ini agak mencekam, tepat beberapa purnama mendatang. Mereka akan melaksanakan perang baratayuda, Duryudana, saudara pandawa dari Kurawa kukuh untuk berperang tanding melawan pandawa untuk mempertahanakan Astina, yang merupakan hak pandawa. Perang menjadi jalan terkahir untuk menentukan siapa pewaris istana yang sah.
***
            Syahdan, suatu hari warga amarta geger, sekelompok raksasa mengacaukan perkampungan mereka. Tubuh mereka dua kali manusia biasa, berwarna hijau dan hanya memakai cawat. Wajah mereka berbentuk menyeramkan, dua tanduk tajam menghiasi kepala, gigi bertaring tajam seraya mengeluarkan nafas busuk, mata mereka merah menyala, seolah hendak menerkam. Tangan mereka merengkuh gada besar.
Tak ada yang mengetahui kedatangan mereka, beberapa penduduk amarta yang sedang menggembala di tepi hutan tiba tiba dikejutkan dengan serangan makhluk makhluk tadi.  Diduga mereka adalah bekas prajurit Prabu Yudistira yang telah dikalahkan oleh Pandawa beberapa warsa yang lalu. Mereka berbuat onar dengan melukai, bahkan tak segan membunuh warga Amarta.
             Para Tentara Amarta langsung bertindak menyerang, sebagian mengamankan penduduk. Berbekal olah kanuragan yang tinggi, bukan perkara sulit bagi prajurit amarta untuk menaklukan Para Raksasa. Namun jumlah raksasa itu semakin banyak saja setiap waktunya, mereka datang dari banyak penjuru. Mnegepung prajurit prajurit terbaik Amarta.
            “segera mintakan bantuan kepada Prabu Yudistira” ujar seorang komandan
Beberapa prajurit yang melapor bertemu Arjuna, Bima, dan kresna di Pendapa. Kebetulan Puntadewa sedang tiada di Istana, ia sibuk mencari dukungan kerajaan lain, sebagai sekutu mereka dalam Perang Baratayuda. Arjuna dan Bima sedang diajari strategi perang oleh Prabu Kresna. Kresna adalah titisan Batara Wisnu, dalam perang kali ini, ia hanya tampil sebagai arsitek strategi bagi Pandawa. Ia hanya menjadi kusir bagi Arjuna.
“Berangkatlah kalian, Aku akan menjaga Istana” kresna  berkata kepada Arjuna dan Bima
Arjuna saling pandang dengan Bima, mereka bersiap untuk terjun memberangus para raksasa. “hitung hitung pemanasan kakang” Ujar Arjuna pada Bima. Bima hanya menyambut dengan senyum simpul.
            Para prajurit semakin kewalahan menghadapi amuk para raksasa, jumlah mereka semakin bertambah tiap waktunya. Seorang prajurit terkapar, senjatanya terlempar jauh karena hantaman gada, tangan kananya juga remuk, darah mengucur pada pelipis. Beberapa kali ia berusaha bangun, namun tiada tenaga. Dihadapanya seekor raksasa siap menghantamkan gadanya. Prajurit kemudian terpejam sembari berdoa, mulutnya terus berkomat kamit menbaca doa.
            Dan… Sleeep, sebuah panah tertancap di dada raksasa itu, ia terjatuh dan menimbulkan bunyi yang berdebam. Ia bingung siapa yang mengarahkan panah kepada raksasa itu. Dari kejauhan, dua sosok berjalan santai dan serasi, keduanya berpakaian satria. Satunya membawa Gandiwa besar, dan sekumpulan anak panah di punggung, wajahnya tampan tiada tara.
Disampingnya pria tinggi besar dengan gada di tangan. Ukuran tubuhnya melebihi manusia pada umumnya, kadang mereka malah beranggapa ia adalah bangsa raksasa. Mereka adalah Arjuna dan Bima yang diutus oleh Kresna. Arjuna berhasil menyelamatkan nyawa prajurit tadi.
“Kalian mundur saja, pertahankan benteng kerajaan dan amankan penduduk, segera perintahkan Nakula dan Sadewa untuk menjaga Ibu Kunthi dan para dayang” Terdengar suara arjuna, diikuti Bima yang mendengus bersiap menyerang. Beberapa prajurit langsung lari mundur kebelakangan Arjuna dan Bima, beberapa terseret dengan luka di banyak tempat, beberapa menggotong teman mereka yang terkena serangan para raksasa
“Siapa Kalian ?” teriak Bima kepada para raksasa.
            “grrrrh… raaaaah”
            “hwehh.. haaaah” hanya suara itu yang keluar dari para raksasa. Bima tak paham apa yang diungkapkan oleh mereka, ia hanya memandang arjuna.
            “langsung kita perangi saja adimas”
            Arjuna mengangguk, Blesssh…. Panah arjuna langsung membunuh lima raksasa, arjuna Nampak tenang dengan berjalan sembari melesatkan panah dari Gandiwanya. Dalam beberapa kedipan, puluhan raksasa tersungkur, beberapa mengerang kesakitan menjemput mati terkena panah raden Janaka.
            Bima tak mau kalah dengan kesaktian adiknya, putra  batara bayu ini berdiri di tengah puluhan raksasa. Ia segera membuat pusaran dengan gadanya. Langsung saja, puluhan raksasa terpental jauh sebelum menyentuh bima. Para perwira amarta hanya terbengong dari jarak kejauhan, kesaktian putra pandu memang tiada tara.
            Semakin lama, keduanya bertambah sibuk. Jumlah raksasa bertambah banyak , mereka datang dari banyak penjuru  Arjuna bahkan sudah mengeluarkan hujan panah untuk memberangus para raksasa. Bima tampak terengah setelah berulang kali membuat pusarang angin, hingga hutan lebat disamping Amarta menjadi gundul akibat amukan bima.
            Mereka juga bertambah kuat dan sakti, beberapa panah arjuna tidak mempan di kulit mereka, hempasan gada bima hanya membuat mereka terhempas beberapa tombak saja, luka mereka pun tidak separah sebelumnya. Bahkan bima sempat terpental, ketika gada mereka menyabet perut Bima.
“firasatku aneh kakang.” Ujar Arjuna yang terngah
Nampak Arjuna berbincang dengan Bima, di tengah kesibukanya menghempaskan satu persatu panah. Bima hanya mengangguk pelan mendengar ocehan Arjuna, ia masih sibuk mengibaskan gadanya menghantam para raksasa. Beberapa Senapati sakti Amarta tampak terluka, bahkan beberapa ada yang mati.     
Arjuna, Bima dan beberapa Senopati semakin terpukul mundur kedepan Istana. Disaat kondisi semakin parah, Arjuna tambah bingung karena kedua adik kembarnya, Nakula dan Sadewa justru ada di tengah pertempuran melawan para raksasa. Kedunya memang membuat para raksasa mundur, Arjuna dan Bima bisa bernafas sejenak.
            “Bagaimana dengan keadaan Ibu dan para dayang, adimas”
            “ada Kakang Karna kang mas”
            Arjuna tampak terkejut mendengar nama Karna. Ia adalah senapati Kurawa dengan kemampuan panah yang sama hebatnya dengan Arjuna. keduanya sama sama berguru pada Durna, sang ahli panah terhebat di dunia wayang. Namun Durna tidak mengakui Karna, karena ia hanya putra seorang kusir, bukan keturunan Satria. Belakangan diketahui ia adalah Putra Batara Surya.
            “jangan sangka kedatanganku kesini untuk membantu kalian”
            “aku hanya ingin menyembahkan baktiku kepada Ibu Kunthi” Ujar Karna sembari menembakkan panah saktinya dari kejauhan.
Ternyata Karna yang sudah mengerti jatidirinya sebagai anak kunti, ia ingin menyembahkan bakti dan restu kepada Ibunya sebelum perang besar berlangsung. Arjuna sempat memandang sinis kepada kedatangan Karna, tatapan Karna tak kalah sengitnya.
            “ternyata kemampuanmu hanya sebatas itu, Dananjaya”Karna tersenyum sinis.
            Arjuna panas mendengar ejekan karna. Memang kedatangan Karna membuat pasukan raksasa banyak menjumpai kematian. Dengan Hujan Panahnya, banyak dari mereka langsung lebur menjadi debu. Pertempuran mendekati senja, namun para raksasa kian bertambah banyaknya, meski tidak sampai memasuki istana. Gatotkaca, Putra Bima sempat muncul. Ia berperan menjauhkan puluhan raksasa dari Istana dengan mendorong puluhan raksasa sekali pukul. Namun ia tetap kewalahan karena saking banyaknya.
            Menjelang matahari terbenam, dari arah Istana sebuah benda mirip roda muncul, ia mempunyai gerigi di bagian pinggirnya.  Ia berputar semakin cepat diantara para raksasa. Para raksasa, hanya melongo meliahat roda itu berputar semakin cepat. Tak lama terbentuk pusaran angin di tengahnya, dan menarik semua rakasa ke pusaran. Tidak lama, bammm..pusaran meledak dan  melemparkan para raksasa dengan kondisi yang mengerikan.
            Rupanya itu adalah Cakra Sudarsana milik Prabu Kresa, sebuah senjata sakti milik batara Wisnu. Senjata Sakti ini amat jarang digunakan Kresna kecuali dalam keadaan yang terdesak. Berkatnya, seluruh raksasa hancur tak berbentuk. Potongan tubuh para raksasa mengotori lantai dan dinding istana. Bau amis pun segera menyeruak kedalam istana, darah berwarna hitam mengalir dari ceceran tubuh raksasa hijau itu.
            Kresna hanya terdiam tanpa ekspresi, ia menengok kepada Karna yang melongo melihat kesaktian titisan wisnu ini.
“Tugasmu sudah selesai Suryaputra, aku sudah memenuhi janjimu untuk bisa membaktikan diri kepada kunthi sebelum Baratayuda”
            “aku pun senang, kau mau bertarung dengan adik adikmu, meskipun hanya sebentar”
            “te… te… rima kasih ka.. ka.. ka.. kakang, te.. telah membantu dharmaku kepada ibu” Karna tergagap, ia masih tak percaya dengan kemampuan luar biasa kresna. Dalam sekejap karna lenyap dalam pandangan.
Rupanya Kresnalah yang memanggil Karna ke amarta, tempo hari mereka bertemu. Kresna membujuk karna agar ada di pihak Pandawa, namun Karna menolak dengan alasan membalas budi kepada kebaikan Duryudana pada tempo hari. Karna bersikukuh membela Astina pada baratayuda nanti. Ia minta kepada Kresna untuk membantu ia melaksanakan dharma kepada ibunya, sebelum Baratyuda.
Di tengah keharuan, keanehan terjadi, busuk dan anyir darah tiba tiba menghilang. Potongan tubuh yang tertempel di pohon dan tembok istana, lenyap tak berbekas. Di kegelapan, tertangkap sebuah bayangan besar, dengan langkah berdebam ia semakin mendekati Istana Amarta. Semakin tertangkap dalam cahaya rembulan, bentuknya adalah raksasa yang telah dibantai kresna sore tadi, namun dengan wujud lebih besar. Rupanya potongan tadi bersatu menjadi raksasa yang amat besar.  
“biar saya akhiri semua ini kakang” Arjuna marah ditengah lelahnya, ia merapalkan mantra memanggil Brahmastra, sebuah panah super sakti dengan kekuatan nuklir. Target dari anak panah tidak akan pernah meleset, dan dipastikan hancur berkeping keeping. Semua benda pastilah hancur terkena panah brahmastra. 
“kau bisa membuat kita semua mati nger, biar aku yang menangani” Kresna mencegat Arjuna pun mundur. Kresna juga tampak lelah semacam dipermainkan raksasa yang tak jelas asalnya ini. Kresna member isyarat semuanya untuk menyingkir darinya. Ia mengeluarkan Aji Tiwikrama, membuat dirinya sebesar gunung, dengan wujud mengerikan. Tanganya berjumlah seribu dan setiap tangan memegang senjata dari seluruh dunia, kepalanya berjumlah seratus dengan bentuk yang mengerikan. Ajian ini hanya bisa dilakukan oleh para dewa. Dalam wujud mengerikan ini, Kresna sering disebut Bhrahala Sewu
 Namun tak disangka, raksasa tanpa nama ini berubah wujud sebesar kresna. wubuhnya menjadi sama besarnya dengan kresna, dalam Tiwikramanya Kresna bingung, sebab hanya ia yang mampu membuat dirinya sebesar ini dalam dunia wayang. Kresna tambah besar menjadi sebesar dua gunung. Raksasa itu menjadi sebesar dua gunung.
Keduanya menjadi sosok paling mnegerikan, bahkan sampai astina bayangan keduanya nampak jelas. Duryudana sempat bingung, dengan wujud Kresna dalam bentuk mengerikan itu. Sebelumnya ia melihat Kresna dalam tiwikrama di lapangan astina. Namun ini lebih besar dari yang dulu. Ia juga bingung karena ada bayangan besar lainya selain dari Tiwikrama Kresna.
“aku bersukur engkau tak turun dalam Baratayuda, Prabu” Duryudana menggumam pelan
Kresna menajdi sebesar empat gunung, si rakasa tidak mau kalah dengan menjadikan dirinya sebesar kresna. terus menerus keduanya hanya membesarkan diri tanpa mau bertarung. Namun dari jongringsaloka, Istana para Dewa gaduhnya minta mapun, mereka mengerti kemarahan kresna tidak bisa dilawan dengan apapun dan oleh siapaun. Batara Guru pucat, anaknya bisa bisa mengahancurkan dunia dalam sekejap, apalagi Brahalasewu sudah siap mengayunkan senjata. Terlebih raksasa itu sedari tadi mengayunkan gadanya, sehingga membuat pusaran angin disekitarnya.  
Namun sebelum senjata itu berterbangan, Segumpal awan mendekat kepada dua raksasa itu. Dan seketika keduanya berhenti berperang. Awan itu, bentuknya bulat namun membentuk sesosok manusia, ia berbadan pendek, dengan pantat membesar. Perutnya buncit bergelambir, dan memiliki susu besar seperti sosok sapi. Tak lain, ia adalah sosok Semar.
“Nger Kresna, segera kembali ke bentuk awalmu, kamu bisa menambah bencana saja” terdengar suara menggema dari awan yang merupakan suara semar. Kresna hanya terdiam dalam bentuk raksasanya.
Awan yang berbentuk semar itu, menyelimuti tubuh raksasa. Dan kemudian tubuh raksasa itu bisa hilang setelah ditutupi asap.Tak lama tiwikrama kresna menyusut dan kembali dalam wujud Prabu Kresna. Semar begitu disegani diantara para dewa, jangankan satu wisnu, seribu wisnu pun ia tak gentar. Sosok awan itupun mendarat di Bumi, ia memadat dan membentuk sosok semar.
Semar berjalan mendekati Kresna dan para Pandawa. Tidak lama, anak didiknya yaitu anggota punakawan lain, yaitu Petruk, Gareng, dan Bagong berjalan dibelakang semar. Antara Punakawan dan Pandawa plus Kresna sempat terdiam beberapa saat. Terutama Kresna yang menyadari kesalahanya.
“siapa mereka kakang semar” Pertanyaan Arjuna memecah keheningan.
“mereka itu alam semesta, nger” semar menjawab singkat. Pandawa dan Kresna saling bertatap bingung. Mereka saling bertanya satu sama lain, mengapa alam semesta, dan mengapa alam semesta berwujud dalam bentuk mengerikan. Arjuna hendak angkat bicara bertanya kepada semar.
“bentuk mereka adalah wujud keserakahan kalian” Semar mendahului Arjuna. Pandawa dan Kresna bertambah bingung
“ Maksutnya seperti apa kakang semar?” Kresna memberanikan bertanya kepada Semar
“apakah kalian ingat ketika kalian membakar alas wanamarta, berapa dedaunan yang terbakar, berapa batang pohon yang hangus, berapa hewan yang terpangang, yang kehilangan tempat berteduhnya. Yang kehilangan sanak saudaranya. Apakah kalian merasakan kalian sedang menghancurkan alam”
Semua terdiam dengan wujud muka masam. Bima dengan gadanya menumbangkan sekian hektar tampak meneteskan air mata.
“Mereka adalah wujud kuasa alam, yang kapan saja muncul, ingat nger, Tugas kita adalah memelihara alam, dan berfikir sadar. Yaitu sadar mengenal diri sendiri, sebab semakin kita mengenal diri sendiri,kita semakin sadar merasakan ciptaaNya. Selanjutnya kita akan Sadar bahwa kita tak seberapa besar dari alam, tak seberapa kuat dari alam, dan tak seberapa kuasa dari alam. Kalian sendiri adalah bagian dari Alam, ia akan muncul dihadapan kalian dengan wujud mengerikan jika kedunguan dan ketamakanmu muncul, begitupun sebaliknya”
“Mereka yang gagal mengenal diri, akibat tertutup nafsu cinta dunia dan kerakusan kepada harta. Mereka hanya dipenuhi nafsu berkuasa semata, perlawanan Alam bagi mereka adalah peristiwa biasa. Mereka hanya berfikir bagaimana cara menyelesaikan kemurkaan alam dengan kekuataan, bukan memperbaiki moral dan sikap diri sendiri. Seperti yang ditunjukan Kresna tadi.
“Sampai kapanpun, kita tidak bisa melawan alam, kita hanya bisa mencegah marahnya Alam, yaitu dengan jalan mencintai Alam, karena hanya Cinta yang dapat menghapus kemurkaan.  Alam adalah ciptaan Tuhan yang mulia, ia hidup nger, ia memiliki kehendak, ia adalah wujud kuasaNya, ia tidak hanya menjadi perkakas kehidupanmu semata.”
Akan tibu suatu masa, sekelompok manusia yang tinggi ilmunya, namun rendah moralnya. Mereka mendaku mengendalikan alam, dengan peralatan yang amat mutakhir, dan yang terjadi mereka malah merusak Alam. Ketika Alam murka, mereka teringat berdoa, teringat kepada Tuhan yang menciptakan Alam,.
“Berjanjilah kalian untuk tidak merusak satu tumbuhan pun dalam Baratayuda, kalian pasti akan menang. Alam akan memberikan kekuatan kepada Kita”
Semar berlalu, diikuti para Punakawan. Pandawa dan Kresna sadar akan kesalahanya. Bima bahkan daritadi sesenggukan menahan tangisnya. Mereka membisu dengan kesalahan masing masing.
“mulai besok, kita akan menanam pohon adimas, hutan yang sudah kita babat kita segera hijaukan kembali” Kresna memecah keheningan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar