Dalam tataran normatif kita
menyebut negara kita adalah negara hukum, hal ini menagcu pada UUD Pasal 1 ayat
(3) yang menyebutkan negara kita adalah negara hukum. Negara hukum adalah
negara dengan pemerintahan berdasar hukum, semua perbuatan pemerintah berdasar
hukum, bukan dasar kekuasaan belaka.
|
Wikipedia.org |
Namun untuk menjalankan hukum
tentu kita akan bertanya kembali. Hukum apa yang diinginkan untuk negeri ini,
hukum apa yang harus dijalani oleh warga negara Indonesia. Tentu hal ini
kembali pada UUD yang menjadi dasar dan tujuan negara ini dibangun dan
dibentuk. Misal saja memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa adalah
sepenggal tujuan akhir bangsa ini dalam mencapai kemerdekaanya.
Bicara tentang prinsip negara
dalam mencapai tujuanya, kita tidak akan lepas dari bentuk negara yang tiap
masanya mengalami cerita tersendiri. Diawali dengan Political State yang diusung pada abad pertengahan. Bentuk negara
dengan pemerintahan dan wewenang tunggal ditangan monarch (raja) memasung kebebasan rakyat, prinsipnya the king do not can’t wrong , sehingga
kekuasaan raja semakin otoriter, ada juga yang raja memerintah berdasar
perintah tuhan, bentuk negaranya dinamai teokrasi.
Beralih ke awal abad 19, ketika
zaman pencerahan (aufklarung) mulai datang dan ilmu berkembang semakin pesat.
Bentuk negara yang berkembang adalah legal
state atau negara hukum formal. Berbeda dengan bentuk negara Monarchi yang mengkultuskan raja dan
bergantung hidupnya dari raja, Legal
State malah membebaskan rakyatnya untuk mencapai kesejahteraan sendiri.
Negara bahkan tidak bisa ikut campur dalam proses pensejahteraan sendiri oleh
rakyat, kecuali dalam hal hal tertentu, seperti urusan luar negeri. Sehingga
bentuk negara ini kerap dinamakan Nachwaterstaat
atau negara penjaga malam. Bentuk negara ini dinamakan negara liberal.
Setelah runtuhnya zaman Industri
dan lunturnya era ideologis. Konsep negara baru muncul, diawali dengan
pemikiran John Maynard Keynes terhadap liberalisasi yang mengalami krisis,
Keynes mencoba kritis terhadap fungsi negara kembali dalam konsep
penyejahteraan rakyat. Gagasan Keynes diterima banyak pihak, hingga munculah
bentuk negara Welfare State (negara
kesejahteraan), ketika negara berfungsi sebagai faktor penting dalam hal
menyejahterakan rakyatnya kembali.
Selaras dengan Konsep negara
hukum, melalui instrumen hukum, negara harus bisa menciptakan materi,
pelaksanaan, dan penegakan hukum yang kiranya progressif dengan kepentingan
rakyat. Melalui materi, pelaksanaan, dan penegakan hukum yang sesuai dengan
prinsip dan semangat tujuan UUD 1945 Negara Indonesia paling tidak bisa
menciptakan sebuah kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Termasuk dengan merevisi dan
merekonsruksi beberapa materi dan sistem hukum yang tidak selaras dengan
semanga UUD 1945, dan tentu hal ini malah tidak membuat rakyat sejahtera malah
rakyat semakin menderita. Negara tentu harus melaksanakan ini, kembali ke
prinsip dasar Welfare State yang
mewajibkan negara untuk ikut bersama mensejahterakan rakyatnya
***
Pembaruan agraria dalam artian yang luas sangat beragam konsepnya. Hal
ini tidak jauh dari pengaruh kondisi sosial politik suatu daerah, dan juga
kondisi geografis yang menggambarkan arti agraria tersebut baik dalam artian
luas maupun sempit antar satu daerah dengan yang lain tentu berbeda. Pembaruan
konsep agraria kebanyakan berputar pada aspek Landreform saja, namun yang dalam pembaruan agraria juga ditekankan pada produksi produksi yang
dihasilkan dari tanah itu sendiri. Menurut
Elias H. Tuma (Soetarto dan Shobuddin, 2004; 13), konsep operasional antara landreform dan pembaruan agraria sama
saja, yaitu mencakup lima bentuk pembaruan yaitu :
a.
Pembaruan diarahkan pada struktur pemilikan
tanah dan ketentuan ketentuan penguasaan
b.
Redistribusi kepemilikan tanah dari individu
kepada kelompok /komunitas yang lebih besar, atau suatu kelompok kepada
individu individu
c.
Penataan skala usaha pertanian dengan cara
memperbesar atau memperkecil skala operasinya
d.
Perbaikan pola budi daya pertanian dari segi
teknis untuk mempengaruhi produktivitasnya secara langsung
e.
Perbaikan pada aspek di luar wilayah pertanian,
seperti kredit, pemasaran, dan pendidikan.
Namun aspek pembaruan yang terdiri dari upaya restrukturisasi,
redistribusi secara lebih adil kepada rakyat yang didengungkan dan diinginkan
haruslah selaras dengan aspek aspek negara kesejahteraan (welfare state), dimana negara ikut berperan dalam mensejahterakan
rakyatnya.
Dalam upaya pembaruan, landreform bisa
dikupas dengan pendekatan normatif dari segi pembangunan hukum.
Pembangunan memang telah menimbulkan
persepsi yang nirkeadilan di era kini, pembangunan diwujudkan dengan pertumbuhan,
akibatnya hal ini merugikan kualitas dan kuantitas tanah dan sumber agraria
yang lain.
Terdapat fakta empiris berkenaan dengan eksploitasi secara belebihan
terhadap sumber daya agraria yang hanya difokuskan pada pemenuhan kebutuhan
jangka pendek, serta pemanfaatnanya yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian
kecil masyarakat. Kebijakan agraria pada masa orde baru yang sangat
propertumbuhan ekonomi juga berakibat pada perubahan fungsi sumber daya agraria
terutama tanah yang hanya dinilai dari sisi ekonomi dengan mengabaikan
nilai-nlai non ekonomi, serta globalisasi mengakibatkan semakin langkanya tanah
dan semakin turunya kualitas tanah. Hal ini didukung dengan perubahan kebijakan
pertanahan dari prorakyat menjadi prokapital yang terbukti semakin menjauh dari
perwujudan pemerataan hasil pembangunan, yang pada akhirnya menyulitkan
perwujudan keadilan sosial.
Terlebih persepsi pembangunan yang diartikan pertumbuhan haruslah
dihilangkan, karena konsepsi pertumbuhan dalam pembangunan muncul dari negara
negara industri maju tetapi secara agraris lemah karena faktor alam. Kita harus
menyadari ribuan tahun yang lalu negara kita maju dan kuat karena sumber
agrarisnya, namun yang harus dipikirkan selanjutnya adalah bagaimana membangun
sebuah negara agraris yang kuat.
Memang kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan globalisasi yang tampak
paradoks dalam kenyataanya. Meski disisi lain ia membawa kemajuan dalam bidang
teknologi dan informasi, namun globalisasi membawa virus kapitalis yang membawa
kedok ekspansi ekonomi yang pada dasarnya adalah kesemuan dalam imperalis. Namun untuk masuk ke dalam era globalisasi,
kiranya indonesia tetap dapat berada dalam pola negara agraris dan menjadikanya
pembaruan agraris sebagai konsep dasar pembangunanya. Berikut adalah konsep
yang perlu diperhatikan:
a.
Setiap kegiatan pembangunan memerlukan tanah
sebagai sarananya.
b.
Indonesia memiliki sumber daya agraria/alam yang
belum dimanfaatkan secara optimal dan tepat sasaran, terutama dalam upaya
menyejahterakan rakytanya.
***
Menjelang berakhrinya era orde
baru sebagai salah satu era terkelam dalam sejarah bangsa, Indonesia diterpa
krisis yang mendera perekonomian. Tidak hanya itu, Krisis dalam bidang pemerintahan
yang menyebabkan instabilitas bagi keadaan politik, hukum, dan keadaan sosial.
Keadaan semakin memburuk dengan upaya mahasiswa dalam mengkudeta Soeharto, yang
mereka anggap sebagai sumber kesengsaraan rakyat, terlebih KKN sedang gencar
gencarnya saat itu, membuat rakyat semakin jengah dalam keadaan.
Hukum yang berperan sebagai
nilai yang objektif tidak lagi berfungsi, karena Politik lebih determinan
terhadap hukum itu sendiri. Akibatnya ketertiban dan kepastian hukum dalam
mewujudkan keadilan tidak terwujud. Banyak konflik yang terjadi dalam hal
kepemilikan, penggunan, pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria yang lainya.
Dari konflik horizontal maupun vertikal membawa dampak dishamonisasidan
disintegrasi bagi bangsa ini. berkaitan dengan itu diperlukan upaya
restrukturisasi penguasaan, kepemilikan, dan penggunaan, sekaligus pemanfaatan
tanah. Hukum yang berperan sebagai tool
of social engineriing atau sebagai sarana pembaruan dalam masyarakat harus
kembali berfungsi sebagaimana idealnya.
Untuk merealisasikanya, paling
tidak diperlukan pengaturan yang bertujuan untuk :
a.
Menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi di
masa lalu secara tuntas.
b.
Menata ulang struktur penguasaan, pemilikan,
pengunaan, dan pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria lainya, agar tercipta
suatu kontrak sosial baru yang lebih berkeadilan
c.
Mengatur masalah pengelolaan tanah dan sumber
daya agraria lainya untuk masa datang berdasar dua kebijakan sebelumnya.
Maka dari situ lahirlah ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang pembaruan agraria
dan pengelolaan Sumber Daya Alam. Dikutip dari pasal 4, Ketetapan ini mengandung
dua belas prinsip dalam cita citanya sebagai pembaruan agraria dan pengelolaan
sumber daya alam yaitu :
a.
Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara
kesatuan republik Indonesia
b.
Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia
c.
Menghormati supremasi hukum
denganmengakomodasikan keanekaragaman dalam unifikasi hukum
d.
Menyejahterakan rakyat, terutama melalui
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia
e.
Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum,
transparansi, dan optimalisasi partisipasi rakyat.
f.
Mewujudkan keadilan termasuk kesetraan gender
dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan, dan pemeliharaan
sumber daya agraria/sumber daya alam.
g.
Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi
manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang,
dengan tetap memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkunagan.
h.
Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan
fungsi ekologis sesui dengan kondisi sosial budaya setempat.
i.
Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi
antarsektor pembangunan dan antardaerah dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan
pengelolaan sumber daya alam.
j.
Mengakui, menghormati, dan melindungi hak
masyarakat hukum adat dan kaeanekaragaman budaya bangsa atas sumber daya
agraria/sumber daya alam.
k.
Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban
negara, pemerintah(pusat,daerah, provinsi, kabupaten/kota dan desa atau yang
setingkat) masyarakat, dan individu.
l.
Melaksanakan desentralisasi berupa kewenangan di
tingkat nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang
setingkat, berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan sumber daya agraria/sumber
daya alam.
Namun pada intinya dari dua belas prinsip pembaruan agraria yang terdapa
dalam Tap MPR No. IX/MPR/2001 itu, jika diringkas akan berpangkal pada tiga
prinsip utama, yaitu :
a.
Prinsip Demokratis, dalam dimensi kesetaraan
antara pemerintahan dengan rakyat, pemberdayaan masyrakat dan pengembangan good governance dalam penguasaan dan
pemanfaatan sumber daya agraria
b.
Prinsip Keadilan, dalam dimensi filosofis baik
keadilan intergenerasi maupun keadilan antargenerasi dalam upaya mengakses
sumber daya agraria.
c.
Prinsip Keberlanjutan, dalam dimensi kelestarian
fungsi dan manfaat yang berdaya guna dan berhasil guna.
Ketiga prinsip diatas adalah satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan
dari artian pembangunan dan pembaruan agraria pada sebenarnya. Karena konsep
Demokrasi minus Keadilan akan menjelma menjadi otoritarian, dan demokrasi serta
keadilan minus keberlanjutan hanya akan menjadi niali idiil tanpa tahu tujuan yang jelas dan konkrit.
Dari ketiga prinsip tersebut bisa kita mengartikan prinsip demokrasi
sebagai sarana dalam upaya pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.
Artinya prinsip demokrasi membuka ruang kepada rakyat untuk bisa ikut dalam
konsep pembaruan agraria ini. Prinsip keadilan memberi arti substansif dari
pembaruan ini. prinsip keadilan memberi ruh bagi prinsip lain, keadilan yang
diwujudkan haruslah dalam bentuk kesejahteraan rakyat pada umumnya. Sedangkan prinsip
keberlanjutan akan menjadi tujuan dari prinsip prinsip tersebut.
SUMBER
Nurlinda, Ida,
2009. Prinsip-prinsip pembaruan agraria
perspektif hukum. Jakarta : Raja Grafindo.
Wahyudi, rico,
2011. Pembaruan Hukum Agraria melalui Prolegnas. UI Press.