Rabu, 23 Juli 2014

Ummat, Televisi dan Walisongo


Ramadhan memang sudah di ujung, 10 hari terakhir diriwayatkan menjadi malam sakral untuk benar benar bermunajat kepada Tuhan. Tuah Lailatul Qadr (malam yang lebih baik dari seribu bulan) yang hanya satu malam diantara malam malam yang ganjil, membuat umat sibuk ibadah total sepanjang malam sembari menahan hasutan untuk memperbarui sandangan.
Dibalik itu, seluruh segi kehidupan kita seakan sudah dipantau oleh kotak kecil bernama televisi. Ya benar, tak terkecuali ramadhan kali ini. dari menit awal memulai puasa, sampai di puncak hari kemenangan televisi seakan menjadi teman setia dalam bulan yang penuh berkah ini.
Memang program program Tv selama bulan ramadhan dikemas untuk lebih islami. Tengok saja program program parodi yang sering diatayangkan, sekarang  para aktor lebih sopan dengan simbol yang lebih islami. Para  perempuan gemar memakai kerudung, dan lelaki memakai baju koko.
Lain pula acara dengan kompetisi antar dai di salah satu stasiun TV yang malah menyerupai acara parodi. Kesyubhatan ini Nampak dari Durasi tausiah dari yang peserta kalah lama dengan lawakan Pembawa acara, jargon mencetak dai dai masa depan pun dipertanyakan. Dai Dai kita dicetak melalui poliing SMS, Nasib Ummat ditentukan lewat Polling SMS.
Mereduksi Substansi
Entah seperti apa selebrasi bulan ramadhan yang ada dalam pikiran para produser acara acara tersebut. Pastinya kita berdoa para produser juga memiliki kepedulian pada ummat yang semakin merosot kualitas pemahaman agamanya, menghadapi kenyataan demikian tayangan yang mengandung asupan keimanan harus semakin digencarkan. Pun sebait doa agar mereka tidak sekedar mengejar rating.
Di Bulan suci ini, nafas islami semakin mengental dengan ditayangkanya beberapa kisah masa lalu. Sejarah menempati posisi penting dalam wilayah keumatan ini. Disanalah gegap gempita keberhasilan dan kejayaan tertulis,  tangis kegagalan dan kekalahan telah terlukis menjadi artefak tersendiri. Sejarah mengandung Ibrah (Pelajaran) dan pesan dari dimensi masa lalu untuk masa kini dan kedepanya.
Salah satu yang gencar ditayangkan adalah sejarah Ummat ini saat Walisongo berjibaku menyebarkan ajaran agama islam. Walisongo adalah Legenda bagi ummat islam Indonesia, khusus di Jawa mereka bisa dikatakan mereka adalah pionir penyebar agama islam. Sejarah tidak berhenti disini saja, apalagi secara metodis dan output Islam di jawa memiliki kekhasan dengan Islam dengan daerah lain, konon perbedaan ini hasil ijtihad para Walisongo terdahulu, tentunya ajaran ini tanpa mereduksir syariat secara substansial.
Sayangnya tayangan dalam salah satu televise menampilkan keadaan yang sebaliknya. Jikalau kita mengikuti dengan cermat, para walisongo seakan manusia linuwih yang dibekali kemampuan super untuk menaklukan para dukun sesat yang massif di jawa kala itu. Kesaktian Walisongo ini lebih banyak muncul daripada tausiah tausiah mereka.
Akhirnya tergambar oleh kita (terutama anak-anak), Walisongo datang ke tanah jawa untuk menumpas dukun dukun sakti. Eksploitasi Kemisitisan menjadikan masyarakat kita yang sudah nyaman duduk di era modern kini, harus kembali ke era agraris, ketika apa disebut tahayul ataupun mitos adalah galib dan dipercayai.
Cak Nur dengan tegas mengatakan Modernisasi titik pentingnya adalah Rasionalisasi. Eksploitasi kemistikan membuat kita berpikir irrasional dan abai kepada instrument modern. Ambil contoh seorang yang berfikir irrasional pasti lebih memilih dukun yang hanya akan disuguhi segelas air putih dan sebuah doa, ketika ia sakit. Bukan kepada dokter, meskipun ia punya biaya.
Kiranya Para Produsen alpa menampilkan kebodohan, Kemiskinan, keterbelakangan, dan ketertindasan masyarakat jawa waktu itu sebagai rimba yang harus dibersihkan oleh Walisongo. Padahal poin ini yang menjadi inti substansi kedatangan walisongo ke tanah jawa.
Gambaran Heroik Walisongo ini, takutnya akan membuat musuh ummat bergeser dari dimensi humanisme menuju dimensi yang Transendental (Ghaib). Padahal masalah keumatan tidak hanya berputar pada masalah keghaiban saja.
Kita berharap ummat tidak hanya memahami Sunan Kalijaga dari Duelnya dengan Syekh Siti Jenar nun jauh di perut bumi sana. Substansi yang tereduksir dan tayangan Edukasi yang semakin minim ditampilkan Televisi,  harus diimbangi dengan budaya literasi dan diskusi untuk menjaga kualitas ummat.
Program Teladan
Diantara sesaknya program program tak bermutu, memang beberapa terselip program yang mendapat apresiasi. Program Hafidz Qur’an dengan peserta belia sangat disesalkan baru ditampilkan saat Bulan Ramadhan. Akan sangat bermanfaat jika digalakan sepanjang waktu untuk memberi stimulan pada generasi kecil kita yang semakin berjarak dengan Alqur’an.
Ummat ini membutuhkan sosok teladan yang bias mentranmisikan risalah kenabian kedalam suatu sosok. Itulah mengapa Islam sanggup survive dalam berbagai era, Islam tidak diuturunka murni ajaran dan konsep tentang pedoamna hidup, namun dilengkpai contoh pula pedoman itu diterapkan oleh sosok nabi. Program Hafidz Qur’an memberi pesan keberhasilan orang tua dalam mendidik anak, disaat banyak cerita anak yan tak mndapat sentuhan didikan orang tua.


1 komentar:

  1. The Lucky Club Casino Site
    The Lucky Club Casino site offers the most comprehensive in luckyclub HTML5 casino games. There are hundreds of unique casino slot machines that play on the site. The  Rating: 5 · ‎2 votes

    BalasHapus