Jumat, 05 April 2013

Tinta itu abadi



tulis, tulis, dan tulislah. Meski tidak dibaca, suatu saat akan berguna” Pramoedya Ananta Toer
                Seorang sahabat pernah berkata, bahwa hidup itu berasal dari tinta tinta, warna kehidupan ini pada dasarnya berasal dari tinta. Ya tinta adalah hitam pada umumnya, logikanya kehidupan itu hitam. Namun tidak juga, ketika hitam itu dibentuk menjadi sebuah abjad, lalu terangkai menjadi frasa, dari frasa terkumpul lalu menjadi prosa, dan dari prosa lah menjadi sebuah cerita. Cerita pun demikian tak selamanya ia hitam adakalanya putih, namun cerita dan tinta yang membentuk warna kehidupan harus bersatu dalam sebuah frasa juga yaitu menulis.
                Berbicara menulis memang tak akan ada habisnya, sebuah pepatah mengatakan “scripta manen, verba vollen”, atau yang tertulis akan abadi dan yang terucap akan musnah. Mereka yang terkenang sepanjang zaman adalah mereka yang berjuang dengan tinta mereka, berjuang dengan pena mereka. Kekuatan kata kata memang tak ada tandinganya, padahal ia tersusun dari sebuah lidah, ya lidah, bertulang pun tidak.
                Lihat saja, berapa banyak nama manusia yang harus meregang nyawa karena lidah ini. lidah sudahlah menjadi penjahat yang Untouchable sepanjang sejarah manusia. Namun kita juga harus memandang secara proporsional juga, berapa banyak manusia abadi karyanya karena tinta ini. Iwan Fals pernah berdendang, hidup memang sementara tapi karya selamanya.
                Socrates, Plato, dan Aristoteles masyhur dalam sebuah keabadian dalam filsafat mereka. Mereka lagi lagi abadi karena tinta tinta itu, ternyata memang benar. Bahwa hidup itu berasal dari tinta tinta ini, selain memberi warna dalam hidup kita, ternyata tinta juga memberi sebuah janji tersirat, yaitu keabadian.
                Keabadian milik seorang hamba yang Dhaif  tentu berbeda dengan keabadian milik  Yang Maha Kuasa, yang maha kuasa itu perkasa, dan abadi milikNya adalah selamanya, tidak akan terpisahkan oleh maut, bahkan kabarnya maut akan merasakan “maut” dihadapanNYa.
                Memang setiap manusia ingin merasakan sebuah keabadian, dalam dongeng Frankenstein adalah fenomena tersendiri, dalam kepercayaan kita (Islam) Beliau Khidir manusia mulia nan bijaksana dan Isa Almasih adalah manusia abadi. Terkecuali Frankenstein, mereka (Isa dan Khidir) adalah manusia mulia, mereka abadi karena kehendak yang kuasa.  
Tulisan adalah karya manusia, manusia adalah karya tuhan. Dan tuhan mengkaryakan juga alam semesta beserta isinya, termasuk surya. Tiap hamba memang akan merasakan maut, namun setiap tulisan hamba tidak pernah merasakan maut. Padahal ia hidup, hidup ada dalam hati mereka yang membaca. Termasuk mereka yang membaca juga akan merasakan maut. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar