Senin, 15 April 2013

ACUH



                Diam adalah jawaban, itukah acuh, atau acuh adalah meniadakan, seperti hitler kala mengenoside ras semith. Terlalu satire memang, namun itulah acuh, manusia perlu tahu dan mengerti bahwa dalam ketiadaan yang subjektif selalu ada acuh. Acuh memang ada dalam manusia namun manusia menggunakan acuh untuk meniadakan.
                Acuh atau mengacuhkan bukanlah pilihan yang mutlak, ada satu lagi yaitu tidak memilih kedua duanya. Bebahagialah manusia yang tidak memilih diantara keduanya, acuh dan diacuhkan adalah meniadakan, dan tidak memilih keduanya adalah antitesa dari meniadakan yaitu membuat ada. Namun, tiada manusia sempurna, karena itu dalam suatu hal ia pernah diacuhkan dan telah dicoba untuk ditiadakan. Mungkin hukum karma akan berlaku juga, bahwa ketika manusia itu diacuhkan coba saja, ia akan mengacuhkan yang lain.
                Wanita adalah Pria yang diacuhkan, ia berasal dari tuang pria yang diatiadakan atau diacuhkan. Terlalu satire, namun itu realitasnya. Hukum karma berlaku lagi, wanita mengacuhkan pria dan itulah hari hariku diacuhkan dan penuh dengan frasa acuh. Namun aku bertanya lagi, dalam sisi lain. Kucoba tak pernah mengacuhkanya, namun tiada hari tanpa mengacuhkanku, hingga karma adalah mitos.
                Tak baik berlarut dalam ketiadaan karena acuh, aku memang sedang ditiadakan dihadapanya. Namun pahlawan tak akan disebut pahlawan ketika belum menentang. Untuk tidak diacuhkan manusia harus berontak. Itulah yang kucoba kulakukan, namun wanita tak suka pemberontakan, karena bagaimanapun pemberontak hidupnya di ujung bayonet. Dan sekali lagi aku diacuhkan.
                Namun pahlawan tidak akan mati, pahlawan itu abadi. Hati dan semangat mereka masih ada untuk hidup, begitu juga aku. Aku mencoba membuat hati dan semangat kehidupan ketika aku diacuhkan dan ditiadakan.  seberapa panas api semangat kehidupan itu, namun acuh itu tidak kecil dan acuh itu tak pandang siapapun, wanita lagi lagi mencampakkanku. Terlukakah, pasti, namun bagi seorang patriot terluka dan mandi darah dalam laga adalah hal biasa. Yang tabu untuk pahlawan adalah mandi air mata.
                Aku hanya berpikir, apa kini aku tiada penting, apa yang membuatku tiada penting. Toh aku pria yang tak ada beda. Sepertinya kapitalis merambah dalam pikiran wanita yang mengacuhkanku, ia membuang semua yang tak berguna, dan itulah kenapa donat adalah lambang kapitalisme.
Bicara wanita tak akan ada habisnya, dari awal manusia hingga yaumil qiyamah wanita adalah bahan yang menarik untuk dibicarakan. Namun sampai di titik ini sepertinya cukup bicara wanita, ketika sampai pada kata acuh, karena acuh adalah tiada, untuk apa ketiadaan itu dibicarakan.
               
                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar