Diego
Godin memang tak setenar Luis Figo. Namun eks pemain villareal
itu berpotensi sederajat dengan figo menjadi Public Enemy Cules (sebutan fans Barcelona). Jika figo membelot ke
Real Madrid, musuh bebuyutan Barca,
Godin lewat sundulan kerasnya memutus asa terakhir Barcelona menggondol
trofi La Liga musim 2013/2014 ini. Gol Godin memastikan Atletico “buka puasa”
Gelar Liga Spanyol, setelah hampir dua decade absen.
Namun Godin hanyalah satu dari sekian prajurit dari
sebuah pasukan yang bernama Atletico Madrid. Di era sekarang, trofi hanya mungkin didapat dengan segepok
materi, pelatih brilian, maupun pemain super cerdas. Atletico merusak dominasi
itu, dengan berbekal pemain “seken” dan pemain belia, yang akhirnya
menghasilkan skuat murah meriah.
Barcelona yang beberapa tahun terakhir menjadi
“seniman” lapangan hijau dibungkam karyanya dalam dua kompetisi oleh Atletico.
Pun Madrid dengan “pelari-pelari” mahalnya, seakan kehabisan bahan bakar untuk
menyalip determinasi Atletico di musim ini. Atletico membuat rugi para
“penjudi” dengan membalikan puluhan prediksi.
Anomali atletico cukup luar biasa, La Liga (baca:
liga spanyol) yang beberapa tahun terakhir dikuasai duo raksasa Madrid dan
Barcelona. Madrid, dipimpin Florentino Perez
berubah menjadi tim selebriti, dengan memasok “tokoh penting” dari tim
tim lain. Barcelona hampir sama, meski berfokus pada pembinaan, nama Neymar
membuktikan Barca mulai abai pada pembinaan pemain.
Atletico hanya dinaungi tradisi melahirkan striker
apik yang terus dilego tiap musimnya untuk melunasi hutang. Mulai dari Fernando
Torres dan Kun Aguero yang hijrah ke EPL (English Premier League) sampai Radanel
Falcao yang pindah ke AS Monaco dengan banderol selangit. Di musim ini,
Atletico hanya mendapat tenaga sisa David villa dari Barcelona, dan si “buruk” Diego Costa.
Cerita luar biasa akan berlanjut dengan untuk minggu
depan, Laga Derby kota Madrid akan
berlangsung di Lisbon, Portugal. Final “keramat” Liga Champhions akan
mempertemukan Atletico Madrid yang hanya
bermodal jiwa Spartan dan determinasi tim. Melawan tim kaya raya, Real Madrid yang
bernafsu mencuri La Decima, ya benar,
el Real akan mati matian merebut gelar kesepuluhnya.
Drama Kehidupan
Terlepas dari prediksi apapun di Lisbon nanti,
sampai saat ini Atletico adalah fenomena dalam lapangan hijau. Setidaknya ia
sanggup menceritakan banyak hal kepada khidupan kita, minimal dalam arti
mengejar peluang untuk kesuksesan. Skuat yang dipimpin gabi ini, tak hanya
bekerja keras dan mengandalkan jiwa Spartan. Keterpaduan dan rasa saling memilki
sebuah tim adalah faktor yang tak kalah pentingya.
Atletico kembali
menyadarkan kita, hidup bukanlah sekedar menerima takdir. Semua elemen di Atletico
tentu tidak ingin bermain di klub gurem, namun bersemangat from zero to hero. Tim kacangan tidaklah selamanya kacangan,
kalaulah mau berusaha dan bersemangat. Meskipun terus dikritik dengan gaya
permainan kampungan, “parkir bus”, maupun cenderung kasar dan sapu bersih.
Disisi yang lain, tentu
salah menilai juara sebuah kompetisi adalah bermodal “cerita masa lalu” dan
dewi fortuna saja. Atletico tidak punya masa lalu yang indah untuk diceritakan,
ataupun sepucuk keburuntungan untuk menggegerkan seantero Eropa.
Dilain waktu, prestasi
orang lain seringkali membuat kita dengki. Ambil contoh, di kelas ada satu
mahasiswa yang pandai dan selalu mendapat IPK bagus. Kadangkala, Rasa kedengkian
menutup mata objektif kita yang membuat stigma jelek kepadanya, ambil contoh ia
adalah anak seorang guru besar ataupun saat ujian pengawasanya tidak ketat. Tanpa
pernah bertanya ataupun menengok kerja kerasnya dalam menuntut ilmu.
Hal hal kecil ini, yang
banyak melintasi pandangan hidup kita dewasa ini. Namun Atletico malam tadi
lebih dari sebuah drama sepakbola, dimana setiap detiknya adalah peluang
mencetak gol. Pasukan Los Rojiblancos
(julukan Atletico) kembali membuka mata dunia, cerita indah sekitar kesuksesan
bukan milik pelantun dongeng maupun pengharap dewi fortuna, namun ia milik yang
siap dengan kesuksesa. Begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar