Kumpulanistilah.com |
Maksudnya adalah ZEE adalah jalur diluar
dan dengan laut wilayah, yang tunduk kepada rezim hukum khusus sebagaimana yang
ditetapkan pada bagian ini yang meliputi hak-hak dan yurisdiksi negara
pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan dari pada Negara-negara lain yang
ditentukan sesuai dengan konvensi ini.
Kemudian dalam Pasal 2 UU No. 5 tahun
1983, yang menetapkan bahwa. “ZEE Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan
dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undangundang
yang berlaku tentang perairan iNdonesia yang meliputi dasar laut, tanah
dibawahnya dan air diatasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut
diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.”
A. Sejarah Dari ZEE
Sejarah dari Zona ekonomi
Eklusif tidak lepas dari kebebasan negara berkembang yang berpantai tidak
berpihak terhadap mereka, malah kebebasan yang digemborkan oleh negara negara
maritim besar hanyalah semata-mata untuk mempertahankan kepentingan mereka
sendiri. Dan masalah kebebasan mengeksplorasi laut hanyalah bisa dinikmati
negara negara maju yang memiliki kepentingan yang didukung armada laut dan
teknologi yang hebat. Dan ketidakadilan inilah yang mendorong negara negara berkembang
yang berpantai melakukan tuntutan tuntutan dan merombak ketentuan-ketentuan
hukum laut yang lama[1].
Terlebih dengan kebebasan yang
telah digemborkan oleh negara negara maritim besar tersebut, mereka bisa
mengakses sumber sumber alam yang berdekatan dengan wilayah yang berdekatan
dengan pantai yang menjadi wilayah kedaulatan negara negara berkembang
tersebut. Hal ini menimbulkan keirian dari negara negara maritim besar yang
merasa lebih berhak mengakses sumber alam yang ada di sekitar laut milik mereka
yang digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran negara mereka.
Demikianlah latar belakang
timbulnya Zona Ekonomi Eklusif yang merupakan manifestasi kepentingan dari
negara negara berkembang yang merasa sumber alam yang berada di dekat wilayah
perairan mereka diusik oleh negara negara maritim besar, karena bagaimanapun
hal ini merupakan pola penguasaan dan pengawasan terhadap aset aset yang ada di
dekat zona perairanya[2].
Dan pada perkembanganya
bermunculanlah deklarasi dan konferensi, Mulai dari Deklrasi Montevidio tanggal
8 Mei 1970 lalu muncul konferensi lima tanggal 8 agustus 1970, disusul Deklrasi
san domingo tertanggal 7 Juni 1972, ketiganya perkembangan prinsip tentang laut
yang berada di dekat kawasan perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara.
Selanjutnya dalam konferensi
Yaoende dari tanggal 20 s/d 30 Juni 1972 menghasilkan keputusan tentang adanya
tung dari garis suatu wilayah khusus di luar yurisdiksi perairan suatu negara
yang bertujuan untuk eksplorasi sumber sumber biologis. Namun hal ini masih
cacat dalam bentuk lebarnya zona eklusif tersebut, baru pada Konferensi OAU
tingkat menteri di Addis Abeda dari tanggal 17 s/d 24 mei 1973 antara negara
negara di afrika mengakui suatu zona ekonomi eklusif yang lebarnya tidak
melebihi 200 mil yang dihitung dari garis garis pangkal dari mana diukur lebar
laut wilayah.
Setelah mengalami
penyempurnaan, dalam sidang konferensi hukum laut sendiri, masyarakat
internasional tidak mengalami kesulitan dalam menerima ketentuan ketentuan yang
telah ada dalam konferensi OAU tingkat menteri di Addis Abeba ini.
B. Ketentuan Lebar ZEE
Angka yang dikemukakan
mengenai lebarnya zona ekonomi eklusif adalah 200 mil atau 370,4 km. Dan ini diatur dalam pasal 57 KHL (Konvensi
Hukum Laut) 1982. Kelihatanya angka ini tidak menimbulkan kesukaran dan dapat
diterima oleh negara negara berkembang maupun negara maju. Semenjak
dikemukakanya gagasan ekonomi, angka 200 mil dari garis pangkal tetap dijadikan
pegangan. Sekiranya lebar laut wilayah 12 mil sudah diterima, seperti kenyataanya
sekarang ini, sebenarnya lebar zona ekonomi tersebut 200 mil-12 mi= 188 mil[3].
Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas
200 mil menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan
sejarah dan politik: 200 mil tidak memiliki geografis umum, ekologis, dan
biologis nyata.
C. Prinsip Prinsip dari ZEE
Dalam pasal 56 Konvensi
hukum laut tahun 1982 menyatakan memberi daulat pada negara pantai untuk
keperluan ekspolarasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber kekayaan
alam baik hayati maupun nonhayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari
dasar laut dan tanah dibawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk
keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut seperti produksi
energi dari air, arus, dan angin[4].
Namun bukan berarti
negara pantai dapat berbuat semaunya terhadap zona ekonomi tersebut atau
melakukan zona laut itu dibawah kedaulatanya seperti kedaulatan di atas laut
wilayah. Bahkan sebaliknya, semua negara apakah berpantai atau tidak (pasal 58
Konvensi) tetap dapat mempergunakan bagian laut tersebut sebagai laut lepas
dengan kebebasan kebebasanya.
Siapa saja yang berhak
memanfaatkan sumber sumber kekayaan yang terdapat di zona ekonomi eklusif?
Apakah sumber-sumber kekayaan alam di zona laut tersebut dicadangkan untuk
negara-negara pantai saja? Ataukah negara-negara lain berhak dan kalau demikian
bagaimana caranya?
Berdasarkan prinsip
keadilan yang sama-sama diterima baik oleh negara-negara berkembang maupun oleh
negara-negara berkembang maupun oleh negara-negara maju, negara negara tak
berpantai juga diberi hak untuk mengambil kekayaan-kekayaan alam yang terdapat
di zona ekonomi, namun untuk bisa berpartisipasi tidak bisa dilakukan begitu
saja, tetapi diatur oleh ketentuan oleh negara negara berpantai dan negara
negara yang tak berpantai yang dirumuskan dengan persetujuan bilateral maupun
dalam bentuk multilateral atas dasar yang adil. Terlebih eksporasi yang
diperbolehkan hanyalah sebatas sumber sumber biologis saja, mineral dan
semacamnya digunakan untuk dimanfaatkan oleh negara pantai yang bersangkutan
untuk dimanfaatkan kekayaanya demi kemajuan dan perkembangan bangsanya[5].
D. Beberapa pendapat tentang ZEE
a. ZEE
sebagai bagian dari laut lepas
Pendapat ini mengetengahkan bahwa walaupun kepada negara pantai diberikan
hak hak dan yurisdiksinya yang meliputi hal-hal tertentu di dalam zona maritim
seluas 200 mil dari garis pangkal untuk mengukur laut teritorial, keadaan ini
tidak mengubah status hukum dari zona maritim yang disebut laut lepas. Hal ini
yang sama dijumpai pada zona tambahan sebagai laut lepas.
Menurut pendapat ini bahwa pemegang berbagai hak pada laut lepas
termasuk zona ekonomi eklusif adalah masyarakat internasional yang kemudian
atas dasar kekuasaan mereka melakukan penyerahan hak kepada negara pantai.
Teori ini dibahas pada permulaan persiapan UNCLOS III bersandarkan kepada
konsep international mandate yang
kemudian negara pantai memperoleh mandat sebagai pemegang kuasa dari masyarakat
internasional. Dalam kaitan ini negara pantai di dalam melaksanakan mandat
tersebut akan diawasi oleh negara negara lain[6].
b. ZEE
sebagai zona yurisdiksi nasional
Pendapat ini menyatakan
bahwa Zona ekonomi Eklusif adalah bagian dari wilayah yurisdiksi atau
kedaulatan sebuah negara. Dalam KHL 1982 Francisco Orrego Vicuna mengatakan
kawasan laut yang dimungkinkan dimasukan dalam Zona Yurisdiksi Nasional :
i.
Perairan pedalaman dan laut teritorial sampai
sejauh dua belas mil
ii.
Perairan kepulauan (archipelagic watersI) yang terdiri dari perairan di dalam garis
pangkal yang menghubungkan titik-titik paling luar dari pulau pulau paling luar
dan batu-batu karang dari suatu kepulauan, yang pada perairan tersebut
kepulauan melaksanakan kedaulatanya secara penuh.
iii.
Zona Ekonomi Eklusif sampai sejauh 200 mil, yang
pada zona tersebut negara pantai melaksanakan hak berdaulat atas sumber daya
alam serta aktivitas ekonomi lainya dan yurisdiksi yang berkaitan dengan
berbagai instalasi, riset ilmiah dan pemeliharaan lingkungan kelautan. Zona
tambahan adalah termasuk di dalam ZEE sampai sejauh 24 mil [7].
c. ZEE
sebagai zona sui generis
Sebagian besar pendapat
mengatakan ZEE adalah tertium genus dengan rezim hukum tersendiri, yang berbeda
dari konsep tradisional laut yang dualistik dalam membagi laut di dalam laut
teritorial dan laut lepas[8].
Pendapat ini tidak
lepas dari faktual bahwa elemen elemen dari laut lepas bisa dijumpau pada ZEE,
yaitu kebebasan kebebasan laut lepas (freedom
of the high seas) disamping itu ZEE memuat elemen-elemen dari laut
teritorial, serta hak hak tentang sumber daya alam hayati berbagai aktivitas
ekonomi lainya, berbagai instalasi, riset ilmiah, dan pemeliharaan lingkungan
kelautan.
Terlebih, secara
normatif status sui generis juga
dapat ditemukan pengaturanya dalam KHL (Konvensi Hukum Laut) 1982 sebagai
berikut :
a) Pasal
55, yang menyatakan bahwa ZEE adalah kawasan laut di luar dan bersambung dengan
laut teritorial yang berada di bawah rezim khusus yang diatur oleh Part V KHL
1982.
b) Pasal
59, mengenai penyelasain konflik tentang hak-hak dan yurisdiksi di dalam ZEE,
yang menyatakan setiap konflik harus diselesaikan atas dasar keadilan, dengan
mempertimbangkan seluruh keadaan yang penting dan berkaitan dengan kepentingan
pihak-pihak yang bersangkutan.
E. ZEEI (Zona Ekonomi Eklusif Indonesia)
Zona ekonomi Eklusif
Indonesia merupakan perluasan Yurisdiksi Republik atas kawasan laut 200 mil
yang diukur dari garis pangkal. Zona ekonomi eklusif Indonesia diatur oleh
undang-undang No. 5 Tahun 1983 yang diundangkan tanggal 18 oktober 1983. ZEEI
adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sesuai dengan
ketentuan undang undang yang berlaku tentang perairan Indonesia, yang meliputi
dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 mil
laut diukur dari garis laut wilayah Indonesia.
a. Hak
berdaulat dan Yurisdiksi Republik Indonesia
ZEEI, Indonesia mempunyai dan melaksanakan hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan ekspolitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam
hayati dan nonhayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di
atasnya dan kegiatan kegiatan lainya untuk eksplorasi dan ekspolitasi ekonomis
zona tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin. Adapun
yang dimaksudkan dengan hak berdaulat Indonesia tidak sama atau tidak dapat
disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimiliki dan dilaksanakan oleh Indonesia
atas laut wilayah dan perairan pedalaman Indonesia. Kesimpulanya, sanksi yang
diancamkan berbeda antara pelanggaran dalam lingkup ZEEI dan sanksi yang
diancamkan di perairan yang berada dalam kedaulatan penuh Indonesia.
Dalam penjelasan UU No. 5 Tahun 1983 dinyatakan bahwa konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut memberikan kepada Indonesia
sebagai negara pantai hak berdaulat untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya alam yang terdapat di ZEEI dan yurisdiksi yang berkaitan dengan
pelaksanaan hak tersebut.
b. Hak-hak
dan kewajiban lain Republik Indonesia
Di ZEEI, Indonesia
mempunyai hak hak dan kewajiban lainya. Menurut KHL (Konvensi Hukum Laut) 1982
di dalam melaksanakan hak-hak dan kewajibanya di ZEE, negara pantai harus
meperhatikan hak-hak dan kewajiban negara lain serta bertindak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan konvensi.
Di dalam kaitan ini
menurut pasal 73 KHL 1982 negara pantai memiliki hak pnegakan hukum, yaitu
untuk[9]:
a. Menaiki,
melakukan Inspeksi, menahan dan mengajukan ke pangadilan kapal-kapal beserta
awaknya.
b. Membebaskan
kapal dan awaknya yang ditahan dibayar uang jaminan.
c. Negara
pantai dalam melakukan penahan kapal-kapal asing harus segera memberitahukan
perwakilan negara bendera atas tindakan tindakan yang diambil dan denda yang
dikenakan.
d. Dalam
hal tidak terdapat perjanjian internasional atas pelanggaran hukum dan
perundangan-undangan negara pantai tidak diperkenankan melakukan hukuman
penjara.
c. Konservasi
Sumber daya alam Hayati dan Ekosistemnya
Dalam pengumuman pemerintah RI tentang ZEEI tanggal 21 Maret 1980,
Indonesia telah menambah daerah yurisdiksi sumber kekayaan alam sebesar 2,7
Juta km2 di luar 2,8 juta km2 yang tercakup di dalam
perairan nusantara. Ketentuan dalam konvensi yang mengatur perlindungan
lingkungan laut dan penelitian cukup memberikan wewenang dan manfaat pada
negara pantai.[10]
Dalam kaitan dengan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, Pasal 12 dari UUHL (Undang-Undang No. 4 Tahun 1982) menyatakan
bahwa ketentuan tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
ditentukan oleh Undang Undang.
Dalam penjelasan UULH tersebut dinyatakan bahwa pengertian sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya mengandung tiga aspek yaitu:
1. Perlindungan
sistem penyangga kehidupan.
2. Pengawetan
dan pemelihraan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
3. Pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.[11]
SUMBER
PUSTAKA
Buku
Anwar,
Chairil, Zona Ekonomi Eklusif di dalam Hukum Internasional, Sinar Grafika,
Jakarta, 1995.
Mauna,
Boer, Hukum Internasional, Pengertian peranan dan fungsi dalam era dinamika
Global, Alumni, Bandung, 2001.
INTERNET
http://id.wikipedia.org/wiki/Zona_Ekonomi_Eksklusif diakses Sabtu, 18-05-2013
http://hukummaritim.wordpress.com/2012/08/31/pengertian-sejarah-perkembangan-zee-indonesia/ diakses Sabtu, 18-05-2013
[1]Boer
Mauna, Hukum Internasional, Pengertian peranan dan fungsi dalam era dinamika
Global, Alumni, Bandung, 2001, hlm 318
[2] Lihat
Boer Mauna, ibid, hlm 319
[3] Ibid, hlm 321
[4] Ibid,hlm 322
[5] Ibid,hlm 323
[6] Chairul
Anwar, ZEE di dalam Hukum Internasional,
Sinar Grafika, Jakarta, 1995, hlm 21
[7] Ibid, hlm 23
[8] Ibid,hlm 24
[9] Ibid, hlm 163
[10]
Hardjasoemantri, Koesnadi dalam Chairil
Anwar, ibid, hlm 164
[11] Loc Cit